Tetum sendiri dianggap sebagai bahasa yang tidak berkembang dan akhirnya seluruh bisnis resmi negara menggunakan bahasa Portugis, mengutip New York Times.
Kira-kira 13,5% warga Timor Leste berbicara Portugis, 43,3% berbicara Bahasa Indonesia, dan 5,8% berbicara Inggris.
Meski digunakan secara luas, tetapi hanya 46,2% berbicara Tetum Prasa, bentuk Tetum yang dominan di distrik Dili.
Tetum, Galole, Mambai, dan Tokodede, termasuk ke dalam bahasa Austronesian, sedangkan Bunak, Kemak, Massai, Dagada, Idate, Kairui, Nidiki, dan Baikenu adalah lidah non-Austronesian.
Lewat konstitusi negara, keragaman bahasa ini diabadikan, demi mencegah kerumitan bahasa.
Namun, pada akhirnya Tetum sendiri menjadi tidak berguna di luar Timor Leste.
Meski banyak dipahami oleh hampir seluruh warga Timor Leste dan menjadi bahasa perdagangan, namun kosa katanya sangat terbatas dan tidak dimengerti oleh mereka yang tinggal di luar pulau itu.
Sementara, walaupun bahasa Portugis hanya dipakai oleh 10% warga Timor Leste, namun bahasa ini lebih diperkenalkan lagi dalam pemerintahan, pengadilan, dan sekolah.
Sejarah bahasa Timor Leste
Tetum adalah Lingua franca (bahasa asli) dan bahasa nasional Timor Leste, yang merupakan bahasa Melayu-Polinesia yang dipengaruhi oleh bahasa Portugis, yang memiliki status yang sama sebagai bahasa resmi
Tetum telah menjadi bahasa asli Timor Leste sejak paruh kedua abad ke-19 dan menjadi bahasa sehari-hari di gereja.
Source | : | Intisari Online,The Guardian |
Penulis | : | Siti Nur Qasanah |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar