Catatanya adalah, pemerintah turut menghitung apa saja yang berdiri di atas lahannya, kemudian mengonversikannya ke dalam rupiah.
Contohnya, tanaman industri yang produktif, bangunan, kandang ternak berikut hewan ternaknya, dan sebagainya.
"Maunya diganti (uang untuk apa saja yang berdiri di atas lahan), dibikinkan rumah, dikasih listrik, PDAM, akses jalan yang bagus. Kata Pak Jokowi di televisi gitu. Pak Gubernur juga pernah diwawancarai begitu jawabannya," ujar Yoso.
Yoso sendiri memiliki sekitar 9 hektare lahan yang sebagian besar ditanami karet.
Selain itu, ia juga memiliki satu rumah berbahan kayu, satu bangunan berbahan batu, dan memiliki satu kandang kambing.
Berdasarkan peta yang dirilis kecamatan, seluas 2,5 hektare lahannya diketahui masuk ke dalam KIPP. Sisanya berada di zona dua IKN.
Yoso bercerita, sebelum ada informasi bahwa lahannya masuk ke dalam KIPP, ada pihak yang ingin membayar sebidang lahannya dengan harga sekitar Rp 150 juta.
Tetapi, karena sosialisasi sudah dilakukan, Yoso urung menjualnya.
"Karena sudah dipanggil ke Kantor Kecamatan (sosialisasi) kan dikasih tahu lahannya dibekukan, orang sudah mau bayar enggak jadi. Padahal benar-benar tinggal bayar itu," ujar dia.
Diketahui, wilayah Ibu Kota Nusantara ditetapkan terbagi atas tiga wilayah perencanaan.
Pertama, yakni KIPP seluas 6.671 hektare. Kedua, zona dua kawasan IKN seluas 56.180 hektare. Ketiga, kawasan pengembangan IKN seluas 199.962 hektare.
Untuk pembangunan tahap pertama periode 2022-2024, pembangunan akan menyasar KIPP terlebih dahulu.
Di dalam KIPP sendiri, terdapat area permukiman yang terdiri dari dua desa, yakni -Kelurahan Pemaluan dan Desa Bumi Harapan.
Meski demikian, tidak seluruh permukiman di dua desa itu masuk ke dalam KIPP. Hanya sekitar 60 hingga 70 persen daja dari dua desa itu yang masuk ke dalam KIPP. Selebihnya masuk ke zona dua IKN.
(*)
Source | : | Kompas.com,tribunnews |
Penulis | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar