GridHot.ID - Perang Dunia II terjadi pada kurun waktu 1939-1945.
Penyebab dari perang ini secara umum dikarenakan adanya konflik ideologi di antara negara-negara Eropa, Amerika, dan Asia.
Selama Perang Dunia II, Angkatan Laut AS menjuluki kapal selam dan awaknya sebagai 'The Silent Service'.
Dilansir dari 19fortyfive.com, The Silent Service jelas memberikan kontribusi luar biasa untuk kemenangan akhir di Perang Pasifik, menghancurkan kapal perang Angkatan Laut Kekaisaran Jepan (IJN) dan kapal laut niaga Jepang.
Namun awak kapal selam AS membayar harga yang mengerikan sebagai imbalan atas kemenangan itu.
Sebagaimana yang diketahui, peluang selamat dari tenggelamnya kapal selam adalah sangat kecil bahkan nyaris nol.
USS Tang
Dilansir dari Kompas.com, USS Tang adalah salah satu satu di antara sekian kapal selam Amerika yang menyandang julukan 'Underwater Acess'.
USS Tang menenggelamkan 33 kapal Jepang dalam kurun waktu lima kali patroli.
Pada patrolinya ke-5 di bulan Oktober 1944 di Selat Farmosa (sekarang Taiwan), USS Tang kembali terjun ke laut Pasifik demi menenggelamkan Kapal-kapal Jepang.
Perang Pasifik sedang mencapai puncaknya saat itu dan USS Tang sedang dalam perburuannya untuk menghantam kapal kargo, kapal pengangkut tentara maupun tanker milik Jepang demi memutuskan dukungan pasokan logistik tentara Negara Matahari Terbit tersebut.
Sejak refueling dan reload di Kepulauan Midway tanggal 27 September 1944 untuk misi ini, Tang sudah menenggelamkan dua kapal kargo Jepang; yaitu Joshu Go dan Oita Maru.
Ini belum apa-apa. Pada misi sebelumnya, Tang menenggelamkan delapan kapal kargo Jepang yang lebih besar-besar.
Salah satunya adalah Tsukushi Maru yang punya berat 8,135 ton.
Setelah hampir sebulan setelah meninggalkan Midway, pada tanggal 23 Oktober 1944, di kedalaman periskop, Tang menemukan mangsa-mangsa berikutnya, yaitu iring-iringan kapal yang terdiri dari tiga tanker, kapal angkut, kapal barang, dan kapal pengawal.
Kisah tentang USS Tang bisa dibaca dalam buku berjudul Escape from The Deep yang ditulis oleh Alex Kershaw.
Desain Balao-class
Dalam dunia perkapalan, klasifikasi dilakukan berdasarkan desin, fungsi, penggerak hingga system pertahanan. Begitu juga dengan kapal selam.
USS Tang termasuk dalam Balao-class yang desainnya terbilang sukses selama Perang Dunia II.
Balao-class memiliki beberapa penyempurnaan dari Gato-class dengan beberapa ubahan signifikan; kerangka dan dinding yang lebih tebal hingga memiliki kemampuan menyelam hingga 182 meter.
USS Tang memiliki berat kosong 1,490 ton dengan panjang hingga 95 meter.
Dua bilah propeller ditenagai oleh empat mesin diesel 9 silinder dengan empat motor listrik kecepatan tinggi dan generator, menghasilkan kecepatan maksimum 20 knots atau setara dengan 37 kph saat menjelajah dalam ketinggian permukaan air dan 8.7 knots atau 16.2 kph pada saat menyelam.
Tang membawa 24 torpedo dalam setiap misinya. Dengan 6 laras torpedo di haluan dan 4 di buritan, para kru ingin menembakkan semuanya ke kapal Jepang maupun u-boat milik Jerman.
Pertahanan juga didukung sebuah 25 Caliber Deck Gun, serta dua buah Cannon; 40 mm dan 20 mm.
Akhir perjalanan USS Tang
Setelah menenggelamkan enam kapal Jepang pada dua intersep sebelumnya, malam itu tanggal 24 Oktober 1944 Tang Kembali menemukan mangsa yang terdiri dari dua belas kapal angkut, tangker serta tiga kapal pengawal.
Tinggal sebelas Torpedo untuk ditembakkan.
Komodor Richard O'Kane ingin pulang dengan laras torpedo yang sudah kosong dan score kemenangan paling tinggi.
Setelah mempelajari pola patroli para kapal pengawal Jepang tersebut, Tang kembali menyusup diantara dua baris Kapal yang terdiri dari enam Kapal pada masing-masing baris.
Sesuai instruksi O'Kane, Savadkin memposisikan Tang untuk menghajar mangsa-mangsanya.
Tang terekspos dan mulai menerima tembakan dari rifle para tantara Jepang. O'Kane sudah mengantisipasi ini.
Sebelum kapal pengawal kembali dari patrolinya, Tang segera menyerang lima kapal angkut dan tanker di baris pertama dengan tembakan 9 torpedo.
Setelah itu, Tang segera lari dengan kekuatan penuh. Belakangan diketahui dua kapal yang hancur itu di antaranya adalah kapal kargo Kogen Maru (6.600 ton) dan Matsumoto Maru (7.000 ton).
Ini akan menjadi prestasi terbesar Tang.
Namun salah satu kapal angkut tampaknya masih bertahan, tidak tenggelam.
Tang kembali berputar untuk memastikan kapal angkut tersebut tenggelam. O'Kane kembali memerintahkan untuk menembakkan dua torpedo terakhir, demi menyelesaikan tugas.
Torpedo ke-23 jalurnya lurus dan normal, menghantam target. USS Tang kembali menembakkan torpedo ke-24, yang terakhir. Para kru di torpedo room merasa lega. Tugas mereka telah selesai.
Namun torpedo Mark 18 yang terakhir itu malah berputar kembali ke arah Tang. Entah mengapa itu bisa terjadi. Mungkin ada malafungsi pada sistem kendalinya.
Torpedo Mark 18 yang dibawa Tang pada misi kelima tersebut merupakan pengembangan dari Mark 14 pada misi mereka sebelumnya. Jika Mark 14 ditenagai dengan steam turbine, maka Mark 18 ditenagai dengan electric motor. Keduanya sama-sama punya sistem pemandu berupa Gyroscope.
Dari anjungan O'Kane memandangnya dengan ngeri, "Erratic turn!" serunya.
Ia pun segera menginstruksikan salah satu krunya, Savadkin, untuk menghindar, "All ahead emergency! Right full rudder!"
Namun sudah tidak ada waktu lagi. Dua puluh detik setelah ditembakkan, torpedo itu menghajar buritan Tang. Ledakan besar terjadi.
Buritan terkoyak dan seketika 30 kru tewas.
Air laut segera membanjiri Motor Room, Aft Engine Room, Aft Torpedo Room dalam hitungan detik.
Tang kehilangan daya dorong dan posisinya segera mendongak dengan buritan tenggelam hingga menyentuh dasar laut.
Air laut juga dengan cepat membanjiri Conning Tower yang hatch-nya belum sempat tertutup, kemudian Control Room dan Pump Room.
Sebanyak 20 orang kru termasuk Caverly, Savidkin bertahan di Crew Quarters dan 25 kru lainnya bertahan di Forward Torpedo Room.
Sementara empat petugas, termasuk O'Kane dan Leibold, sudah lebih dulu berhasil keluar dari anjungan.
Di permukaan begitu gelap (saat itu pukul 02.30 pagi waktu setempat) dan berada di laut tanpa perahu karet maupun pelampung, mereka mengalami disorientasi arah, bingung harus berenang ke mana.
Sementara bagi yang masih berada di kapal selam, terkepung air dan keadaan kapal miring, pengap dan panik melanda.
Keadaan makin mencekam ketika kapal pengawal Jepang datang dan melepaskan depth charges.
Penyelamatan diri yang dramatis
Para kru menyeimbangkan kapal dengan mengisi ballast, hingga Tang tenggelam sepenuhnya ke dasar laut dengan kedalaman 55 meter.
Masalah berikutnya adalah bagaimana keluar dari kapal selam lumpuh sedalam 55 meter?
Sebanyak 20 orang yang berada di Crew Quarters segera bergabung di Forward Torpedo Room. Kini mereka berjejalan 45 orang.
Baca Juga: Amerika Serikat Mengira Putin Ingin Taklukan Seluruh Ukraina, Ini Kata Pejabat Pentagon
Kebakaran di Officers Quarter makin memperburuk situasi. Karbondioksida perlahan mengambil alih.
Dari Forward Torpedo Room, 45 kru bersiap untuk meloloskan diri dari escape trunk yang berada tepat di atas mereka. Namun harus bergiliran.
Proses itu akan sangat tidak menyenangkan. Kru harus naik ke escape trunk dan membuka hatch. Air akan masuk dan menyamakan tekanannya dengan yang di luar.
Menyelam sedalam 55 meter tanpa peralatan menyelam yang benar akan membuat kepala dan gendang telinga serasa diinjak kaki gajah.
Kesakitan akan membuat sulit berpikir, dan gelapnya laut akan mematahkan semangat.
Hanya 13 pelaut yang memberanikan diri naik dan menjajal peruntungannya. Delapan di antaranya berhasil mencapai permukaan laut. Selanjutnya mereka harus bertahan dari serangan dinginnya air laut dan mencoba mengapung hingga delapan jam, sebelum ditemukan oleh patroli Jepang.
Hanya lima orang yang berhasil dinaikkan ke kapal Jepang, juga dengan empat orang perwira yang sebelumnya meloloskan diri dari anjungan.
Total 9 orang berhasil selamat. Sebanyak 78 orang tewas dan hilang.
Sembilan yang selamat harus mengalami masa-masa buruk menjadi tahanan perang Jepang hingga perang berakhir di Agustus 1945.
Sembilan kru Tang yang selamat akhirnya kembali ke Pearl Harbor.
(*)