Kontroversi lainnya yang diberitakan AFP pada Rabu (21/4/2021), otoritas Rusia menolak bantuan dari kapal Angkatan Laut Inggris dan Norwegia.
Mayoritas korban meninggal saat kecelakaan, dan ada beberapa yang masih bertahan hidup selama sekian hari.
Para pelaut yang masih sempat bertahan itu menulis catatan harian dengan darah untuk orang-orang yang mereka cintai, kemudian mati lemas.
"Ini adalah musibah terburuk Angkatan Laut Rusia," tulis AFP.
Artikel Berliner Zeitung yang dilansir Harian Kompas menyatakan, laporan terinci memperlihatkan kapal jelajah menembakkan peluru kendali yang dilengkapi dengan sistem pemburu baru.
Rudal itu menerobos air sekitar 20 km jauhnya waktu ledakan bawah air dicatat di atas kapal perusak, kemudian disusul lagi ledakan lain.
"Kedua ledakan itu seharusnya tampak dari anjungan kapal perusak. Di atas kapal itu, para awak semula mengira ledakan kedua itu bagian dari latihan."
"Namun, komisi peneliti FSB menulis dalam laporan, mereka menduga posisi Kursk dan rudal Granit sangat bertepatan pada kedalaman 400 meter," tulis surat kabar tersebut.
Tidak diungkapkan alasan yang tepat mengapa peluru kendali itu sampai menimpa Kursk.
Juru bicara Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) Ken Bacon mengatakan, ledakan keras setara 1-5 ton peledak TNT menimpa kapal selam Rusia Kursk di Laut Barents.
Hal itu menguatkan teori bahwa ledakan dari luar menyebabkan torpedo Kursk meledak di bagian buritan kapal selam.