Gridhot.ID - Menjadi penumpang kapal selam memang memiliki berbagai resiko berbahaya.
Apabila terjadi kecelakaan saat menyelam, para penumpangnya akan mengalami kesulitan untuk bisa bertahan hidup meski memiliki kekuatan fisik luar biasa sekalipun.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, salah satu tragedi tenggelamnya kapal selam pernah terjadi di Indonesia yaitu KRI Nanggala 402.
KRI Nanggala sempat hilang kontak usai meminta izin menyelam.
Hingga akhirnya tim evakuasi menemukan kalau kapal tersebut sudah hancur di bawah laut dan memakan korban seluruh penumpang yang ada di dalamnya.
Insiden tenggelamnya kapal selam juga pernah terjadi di Rusia, di mana kecelakaan kapal selam Kursk menewaskan 118 orang.
Dikutip Gridhot dari Intisari, kapal selam nuklir Rusia, Kursk, tenggelam ke dasar Laut Barents setelah dihantam rudal kapal perusak Rusia dalam latihan pada Agustus 2000.
Dalam surat kabar Jerman Berliner Zeitung edisi Jumat (8/9/2000) yang dilansir Harian Kompas pada 9 September 2000, dilaporkan bahwa Kursk tenggelam akibat rudal Granit yang dikendalikan radar dan ditembakkan kapal nuklir kelas Kirov, Peter the Great (Peter Agung).
Insiden itu terjadi pada 12 Agustus 2000 sewaktu Armada Utara Rusia sedang latihan.
Meski laporan itu dan kesimpulannya telah diserahkan ke Presiden Vladimir Putin pada 31 Agustus 2000, tetapi sampai sekarang penyebab pasti tenggelamnya Kursk masih misteri.
Awalnya Rusia mengatakan bahwa kecelakaan Kursk karena tabrakan dengan kapal selam lainnya yang kemungkinan milik negara anggota NATO, namun laporan itu kemudian diperlunak dan dikatakan mungkin akibat tabrakan di bawah laut.
Kontroversi lainnya yang diberitakan AFP pada Rabu (21/4/2021), otoritas Rusia menolak bantuan dari kapal Angkatan Laut Inggris dan Norwegia.
Mayoritas korban meninggal saat kecelakaan, dan ada beberapa yang masih bertahan hidup selama sekian hari.
Para pelaut yang masih sempat bertahan itu menulis catatan harian dengan darah untuk orang-orang yang mereka cintai, kemudian mati lemas.
"Ini adalah musibah terburuk Angkatan Laut Rusia," tulis AFP.
Artikel Berliner Zeitung yang dilansir Harian Kompas menyatakan, laporan terinci memperlihatkan kapal jelajah menembakkan peluru kendali yang dilengkapi dengan sistem pemburu baru.
Rudal itu menerobos air sekitar 20 km jauhnya waktu ledakan bawah air dicatat di atas kapal perusak, kemudian disusul lagi ledakan lain.
"Kedua ledakan itu seharusnya tampak dari anjungan kapal perusak. Di atas kapal itu, para awak semula mengira ledakan kedua itu bagian dari latihan."
"Namun, komisi peneliti FSB menulis dalam laporan, mereka menduga posisi Kursk dan rudal Granit sangat bertepatan pada kedalaman 400 meter," tulis surat kabar tersebut.
Tidak diungkapkan alasan yang tepat mengapa peluru kendali itu sampai menimpa Kursk.
Juru bicara Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) Ken Bacon mengatakan, ledakan keras setara 1-5 ton peledak TNT menimpa kapal selam Rusia Kursk di Laut Barents.
Hal itu menguatkan teori bahwa ledakan dari luar menyebabkan torpedo Kursk meledak di bagian buritan kapal selam.
Ledakan kedua, yang terjadi satu menit 16 detik setelah yang pertama, 45 sampai 50 kali lebih kuat.
Mirisnya, dalam kecelakaan Kursk, Presiden Vladimir Putin sempat dituding sengaja mengorbankan kru dan tak segera meminta bantuan intenasional, dengan dalih rahasia strategis.
Artikel Reuters dan AFP mengungkapkan, Putin sedang berlibur di Laut Hitam saat kecelakaan kapal selam Rusia Kursk terjadi.
Putin baru angkat bicara dan minta bantuan internasional setelah empat hari berita musibah terungkap.
(*)