Pasalnya, nama Lukas pernah 'dihilangkan' dari daftar penumpang pesawat komersial yang telah dipesannya.
"Pernah kejadian satu kali, Pak Gubernur naik Garuda dari Singapura ke Jakarta lalu ke Papua, apa yang terjadi? Ketika Pak Gubernur dari Jakarta mau ke Papua, namanya hilang dari manifest (daftar penumpang) pesawat," ujar Roy.
"Informasi yang kita terima mengatakan bahwa ada oknum-oknum pejabat yang memerintahkan agar nama pak gubernur hilang, padahal pak gubernur masih sakit dan harus kembali ke Jayapura," ungkapnya.
Sementara itu, Roy menjelaskan, biaya sewa jet pribadi untuk perjalanan Lukas memang menggunakan tunjangan gubernur.
Dia menyatakan, hal itu tidak melanggar aturan sebab dana tunjangan boleh digunakan gubernur untuk keperluan dinas atau menyangkut kepentingan kesehatan.
"Pasti karena itu biaya operasional gubernur, pasti dari situ kan tidak mungkin dari dana mana, kalau ini perjalanan dinasnya atau karena sakitnya itu harus dibiayai oleh negara melalui kas daerah sesuai yang dianggarkan oleh DPR dalam APBD," ucap Roy.
Menurutnya, uang Rp 1 miliar yang diduga gratifikasi adalah milik Lukas pribadi untuk berobat ke Singapura pada Maret 2020.
"Uang itu dikirim Mei 2020 karena Pak Gubernur mau berobat. Kalau dibilang kriminalisasi, ya kriminalisasi karena memalukan seorang gubernur menerima gratifikasi Rp 1 miliar, gratifikasi kok melalui transfer, memalukan," tuturnya.
Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM juga telah memasukkan Lukas dalam daftar pencekalan keluar negeri.
Selain itu, PPATK membekukan sejumlah rekening yang diduga terkait dengan Gubernur Papua dengan jumlah saldo sebanyak Rp 61 miliar.
Source | : | Kompas.com,TribunPapua.com |
Penulis | : | Candra Mega Sari |
Editor | : | Candra Mega Sari |
Komentar