Sebabnya, perkara itu sudah diperiksa Sambo sebelum kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J bergulir.
Saat itu, Sambo masih menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri.
"Kalau kemudian Kabareskrim merasa diserang ini menjadi aneh karena pemeriksaan itu ditandatangani Ferdy Sambo tanggal 7 April," kata Bambang kepada Kompas.com, Sabtu (26/11/2022).
"Artinya saat itu tidak ada tendensi balas dendam atau tidak ada kepentingan-kepentingan dari Hendra Kurniawan (mantan Karo Paminal Divpropam Polri) atau Ferdy Sambo untuk menjatuhkan Kabareskrim," tuturnya.
Namun, di satu sisi, Bambang juga heran. Jika Kabareskrim dan para petinggi Polri lainnya terindikasi terlibat, seharusnya pengusutan kasus ini terus dilanjutkan.
Semestinya, para pihak yang diduga menerima aliran uang panas diproses hukum.
Dalam ranah Divisi Propam Polri, pihak-pihak yang terlibat minimal dikenai sanksi etik.
Oleh karenanya, Bambang mendorong agar kasus dugaan tambang ilegal ini diusut secara serius.
Jika ada petinggi Polri yang terbukti terlibat, mestinya dia diganjar hukuman setimpal, bukannya justru ditutup-tutupi.
"Yang lebih penting daripada itu semua adalah substansi dari kasus ini, bahwa di internal kepolisian itu ada problem yang harus diselesaikan," ujarnya.
Pascakasus kematian Brigadir Yosua, Bambang mengatakan, "perang bintang" antara para petinggi Korps Bhayangkara memang sangat mungkin terjadi.