GridHot.ID - Ferdy Sambo dan Bharada E hingga kini masih terus menjalani persidangan terkait kasus yang menjerat keduanya bersama dengan Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal.
Terdakwa pembunuhan Brigadir J yakni Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi juga sudah mengungkapkan kesaksian dalam persidangan.
Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi disebut punya dua strategi yang akan digunakan untuk menghindari vonis hukuman mati.
Mengutip Tribun-video.com, sebelumnya, mantan Kadiv Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Ferdy Sambo memberi pengakuan mengejutkan.
Terdakwa kasus pembunuhan terhadap Brigadir J itu mengatakan jika ada skema pembunuhan yang rusak gara-gara CCTV.
Hal itu dia ungkapkan saat menjadi saksi dalam sidang obstruction of justice terkait kasus pembunuhan Brigadir J dengan terdakwa Irfan Widyanto di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2022) malam.
Adapun skenario Ferdy Sambo yang rusak yakni rekaman berisi Brigadir J tertangkap kamera dalam kondisi masih hidup saat dirinya tiba di rumah dinas Kompleks Polri, Duren Tiga.
Semua terungkap saat Hakim Ketua Afrizal Hadi bertanya kepada Ferdy Sambo perihal CCTV yang diambil oleh terdakwa Irfan Widyanto.
Kemudian Ferdy Sambo mengaku tidak tahu isi rekaman CCTV yang diambil karena tidak terpikir bahwa Brigadir J ternyata terekam kamera di area lingkungan rumah dinasnya di Kompleks Duren Tiga.
"Saya pikir itu natural saja untuk mengecek (CCTV di sekitar rumah), Yang Mulia. Di tanggal 13 (Juli 2022) nya itu lah baru saya tahu (Brigadir J terekam kamera masih hidup)," ujar Ferdy Sambo.
Lebih lanjut, Hakim kembali bertanya mengenai siasat agar terdakwa terbebas dari hukuman.
"Jadi, tujuan saudara itu supaya skenario saudara itu rapih sedemikian rupa?" tanya hakim.
Ferdy Sambo pun langsung berdalih.
"Bukan. Siapa tahu kan bisa mendukung skenario, ternyata kan tidak," jawab Ferdy Sambo.
"Karena kan saya tidak tahu kalau posisi Yosua itu jalan ke seperti yang ada di CCTV. Jadi saya pikir cuma," kata Sambo lagi dan dipotong hakim.
"Artinya, saudara berusaha kalau pun sorotan kamera CCTV tersebut yang dari gapura mengarah ke situ, saudara berharap Yosua tidak tertangkap kamera tersebut?" tanya hakim.
"Harapannya sih seperti itu, Yang Mulia," ujar Ferdy Sambo.
Dilansir dari tribunwow.com, persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat masih terus bergulir.
Terdakwa pembunuhan Brigadir J yakni Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi juga sudah mengungkapkan kesaksian dalam persidangan.
Nantinya, hakim akan menentukan nasib Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi setelah persidangan itu selesai, seperti vonis hukuman mati bisa saja diputuskan.
Meski demikian, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi disebut punya dua strategi yang akan digunakan untuk menghindari vonis hukuman mati.
Hal ini diungkapkan oleh Pengamat psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel dalam program Kontroversi yang dikutip dari tayangan YouTube metrotvnews, Minggu (18/12/2022).
Pertama, kata Reza, yaitu atribusi eksternal yang berarti pertanggungjawaban yang harusnya ditanggung oleh Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi justru dilimpahkan ke orang lain.
Strategi ini, kata Reza, tampak saat tim kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menganggap terdakwa lain yaitu Bharada E melakukan kesalahan seperti tidak memahami perintah hingga tidak konsisten dalam memberikan keterangan.
"(Atribusi eksternal) dari satu sesi ke sesi persidangan berikutnya, semakin mengkristal. Atribusi eksternal itu diarahkan ke Richard Eliezer (Bharada E)."
"(Contohnya) Richard salah tafsir, Richard overdosis dalam memahami perintah, Richard memiliki inisiatif kebablasan dan seterusnya," jelas Reza.
Strategi kedua adalah ironi viktiminisasi yang berarti mengubah pelabelan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di mata masyarakat dan hakim bahwa mereka bukanlah pelaku tetapi korban dalam kasus ini.
"Sehingga dia (Ferdy Sambo -red) katakan, 'Yang Mulia, andaikan saya ini dianggap bersalah karena melakukan pembunuhan berencana tapi pembunuhan berencana ini terjadi karena ada peristiwa pendahuluan (dugaan pelecehan seksual oleh Brigadir J di Magelang ke Putri)," jelasnya.
Reza mengatakan dua strategi yang dirinya maksud terus dilakukan oleh Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi selama persidangan.
Sebelumnya, jika mengartikan definisi atribusi eksternal menurut Reza tampak dalam insiden saat Bharada E terlibat saling bentak dengan kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Arman Hanis.
Pada insiden tersebut, Arman Hanis menyatakan keterangan Bharada E tidak konsisten karena Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik mantan sopir Ferdy Sambo itu berbeda-beda yaitu pada 5 Agustus, 18 Agustus, dan 7 September 2022.
Padahal, Bharada E sudah menegaskan BAP sebelum 7 September 2022 miliknya merupakan doktrin dari Ferdy Sambo soal skenario tembak-menembak.
Selain itu, hal lain yang disebut Reza sebagai atribusi eksternal adalah ketika beda keterangan terkait perintah antara keterangan Ferdy Sambo dan Bharada E.
Di depan persidangan, Bharada E menyebut perintah Ferdy Sambo adalah untuk menembak Brigadir J.
"Woy sini kamu (Brigadir J), langsung didorong ke depan, Yang Mulia, berlutut kau."
"Lalu saya di samping kanan (Ferdy Sambo), (Ferdy Sambo memerintahkan) 'woy, kau tembak, kau tembak cepat!," kata Bharada E dalam persidangan pada Selasa (13/12/2022) dikutip dari YouTube Kompas TV.
Sementara, Ferdy Sambo membantah kalau dirinya memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J.
Mantan Kadiv Propam Polri itu mengaku memerintahkan Bharada E untuk menghajar eks ajudan Ferdy Sambo tersebut.
Sebelum memerintah Bharada E, Ferdy Sambo mengaku emosi mendengar pernyataan Brigadir J ketika ditanya soal peristiwa di Magelang.
"Yosua kamu kurang ajar! Saya perintahkan Richard untuk menghajar, hajar, Chad!" jelas Sambo dalam persidangan pada 7 Desember 2022.
Sementara terkait definisi ironi viktimisasi dari Reza dapat dilihat dari alasan Ferdy Sambo yang mengatakan peristiwa berdarah ini terjadi lantaran Brigadir J telah melukai harkat martabat keluarga.(*)