GridHot.ID - Terdakwa pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, sudah mengungkapkan kesaksiannya dalam persidangan yang hingga kini masih bergulir.
Nasib Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi nantinya akan ditentukan hakim setelah persidangan itu selesai. seperti vonis hukuman mati bisa saja diputuskan.
Meski demikian, dilansir dari Tribunnews.com, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi disebut punya dua strategi yang akan digunakan untuk menghindari vonis hukuman mati.
Hal ini diungkapkan oleh Pengamat psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel dalam program Kontroversi yang dikutip dari tayangan YouTube metrotvnews, Minggu (18/12/2022).
Pertama, kata Reza, yaitu atribusi eksternal yang berarti pertanggungjawaban yang harusnya ditanggung oleh Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi justru dilimpahkan ke orang lain. Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi akan mengkambinghitamkan seseorang.
Strategi ini, kata Reza, tampak saat tim kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menganggap terdakwa lain yaitu Bharada E melakukan kesalahan seperti tidak memahami perintah hingga tidak konsisten dalam memberikan keterangan.
"(Atribusi eksternal) dari satu sesi ke sesi persidangan berikutnya, semakin mengkristal. Atribusi eksternal itu diarahkan ke Richard Eliezer (Bharada E)."
"(Contohnya) Richard salah tafsir, Richard overdosis dalam memahami perintah, Richard memiliki inisiatif kebablasan dan seterusnya," jelas Reza.
Strategi kedua adalah ironi viktiminisasi yang berarti mengubah pelabelan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di mata masyarakat dan hakim bahwa mereka bukanlah pelaku tetapi korban dalam kasus ini.
"Sehingga dia (Ferdy Sambo -red) katakan, 'Yang Mulia, andaikan saya ini dianggap bersalah karena melakukan pembunuhan berencana tapi pembunuhan berencana ini terjadi karena ada peristiwa pendahuluan (dugaan pelecehan seksual oleh Brigadir J di Magelang ke Putri)," jelasnya.
Reza mengatakan dua strategi yang dirinya maksud terus dilakukan oleh Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi selama persidangan.
Sebelumnya, jika mengartikan definisi atribusi eksternal menurut Reza tampak dalam insiden saat Bharada E terlibat saling bentak dengan kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Arman Hanis.
Pada insiden tersebut, Arman Hanis menyatakan keterangan Bharada E tidak konsisten karena Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik mantan sopir Ferdy Sambo itu berbeda-beda yaitu pada 5 Agustus, 18 Agustus, dan 7 September 2022.
Padahal, Bharada E sudah menegaskan BAP sebelum 7 September 2022 miliknya merupakan doktrin dari Ferdy Sambo soal skenario tembak-menembak.
Selain itu, hal lain yang disebut Reza sebagai atribusi eksternal adalah ketika beda keterangan terkait perintah antara keterangan Ferdy Sambo dan Bharada E.
Di depan persidangan, Bharada E menyebut perintah Ferdy Sambo adalah untuk menembak Brigadir J.
"Woy sini kamu (Brigadir J), langsung didorong ke depan, Yang Mulia, berlutut kau."
"Lalu saya di samping kanan (Ferdy Sambo), (Ferdy Sambo memerintahkan) 'woy, kau tembak, kau tembak cepat!" kata Bharada E dalam persidangan pada Selasa (13/12/2022) dikutip dari YouTube Kompas TV.
Sementara, Ferdy Sambo membantah kalau dirinya memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J.
Mantan Kadiv Propam Polri itu mengaku memerintahkan Bharada E untuk menghajar eks ajudan Ferdy Sambo tersebut.
Sebelum memerintah Bharada E, Ferdy Sambo mengaku emosi mendengar pernyataan Brigadir J ketika ditanya soal peristiwa di Magelang.
"Yosua kamu kurang ajar! Saya perintahkan Richard untuk menghajar, hajar, Chad!" jelas Sambo dalam persidangan pada 7 Desember 2022.
Sementara terkait definisi ironi viktimisasi dari Reza dapat dilihat dari alasan Ferdy Sambo yang mengatakan peristiwa berdarah ini terjadi lantaran Brigadir J telah melukai harkat martabat keluarga.
Pengakuan Dosa Ferdy Sambo Tidak Tulus
Dilansir dari TribunJambi.com, Pakar Gestur dan Mikro Ekspresi Monica Kumala Sari menyebut pengakuan merasa berdosa dan bersalah Ferdy Sambo tidak tulus.
Diketahui, dalam sidang obstruction of justice pekan lalu, Ferdy Sambo menjadi saksi untuk para terdakwa.
"Saya tahu saya salah, Saya tidak tahu harus bagaimana membalas dosa yang harus saya hadapi," kata Ferdy Sambi di persidangan.
"Mereka tidak ada yang salah, karena tidak ada yang saya beritahu tentang cerita yang tidak benar itu. Tapi apa yang terjadi,mereka semua dipersalahkan hanya karena bekerja sama saya. Saya akan bertanggung jawab," ucap Sambo.
Ferdy Sambo juga mengaku merasa malu.
"Saya akan siap bertanggung jawab, saya kalau berhadapan dengan adik-adik ini saya pasti akan malu, saya pasti akan menyesal," imbuh Ferdy sambo.
Namun Pakar Gestur dan Mikro Ekspresi Monica Kumala Sari menilai apa yang disampaikan Ferdy Sambo masih dikuti oleh kemarahan, sehingga tidak terlihat tulus.
"Biasa ketulusan itu diikuti dengan emosi yang disebut kesedihan, tetapi yang bisa terlihat dari Sambo adalah permohonan maaf yang diikuti dengan ekspresi atau emosinya adalah kemarahan," katanyadi YouTube Kompas TV yang dikutip Tribunjambi.com pada Senin (19/12/2022).
Ini menjadi kontraproduktif, lanjutnya antara apa kesan yang ingin disampaikan dengan bahasa non verbalnya.
Dengan kata lain, Ferdy Sambo tidak tulus mengucapkan penyesalan dan permintaan maafnya.
Sementara pakar hukum pidana, Asep Iwan Iriawan menilai pengakuan bersalah Ferdy Sambo sia-sia, karena anak buahnya sudah diberhentikan secara tidak hormat dari kepolisian.
"Sambo memang sudang mengaku bersalah, namun apakah ini akan mempengaruhi keputusan hakim terhadap terdakwa perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir Yosua?" kata Asep.
Sementara itu, sidnag perkara pembunuhan berencana dan obstruction of justice pembunuhan Brigadir Yosua masih bergulir di PN Jakarta Selatan. (*)