Ada sejumlah pertimbangan yang membuat Polri tak memecat Bharada E, meski ia telah melanggar sederet pasal yakni Pasal 13 ayat 1 PP nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri juncto Pasal 5 ayat (1) huruf o dan atau Pasal 6 ayat (2) huruf b dan atau Pasal 8 huruf b dan c dan atau Pasal 10 ayat 1 huruf f dan atau Pasal 10 ayat (1) huruf a angka 5 Perpol nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.
Dalam sidang selama 7 jam lebih itu, komisi kode etik Polri menyatakan tetap mempertahankan Richard sebagai anggota Polri.
Akan tetapi, Richard diberi sanksi etik yang menyatakan perilakunya tergolong perbuatan tercela serta diharuskan meminta maaf secara tertulis, dan sanksi administratif berupa mutasi bersifat demosi selama 1 tahun.
Selama menjalani sanksi demosi bersifat mutasi itu, Richard ditempatkan sebagai staf di Divisi Pelayanan Markas (Yanma) Polri.
Dalam sidang itu, KKEP juga memaparkan sejumlah pertimbangan yang membuat mereka mempertahankan Richard sebagai polisi.
Pertama, Richard belum pernah dihukum melakukan pelanggaran etika ataupun disiplin.
Kedua, Richard mengakui kesalahan dan menyesali perbuatan.
Ketiga, Richard menjadi justice collaborator atau saksi yang bekerja sama, dimana saksi lainnya berusaha mengaburkan fakta dengan berbagai cara merusak menghilangkan barbuk dan menggunakan kekuasaan. Namun, kejujuran Richard disebut telah mengungkap fakta yang terjadi.
Keempat, Richard bersikap sopan, sehingga sidang berjalan lancar dan terbuka.
Kelima, Richard masih berusia muda yakni 24 tahun, dan sudah menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Keenam, Richard meminta maaf kepada keluarga Brigadir Yosua atas perbuatannya yang terpaksa menembak, sehingga keluarga Yosua memberikan maaf.