Gridhot.ID - Kasus sengketa rumah Guruh Soekarnoputra, anak Presiden Soekarno diketahui menjadi sorotan banyak pihak.
Meski pengadilan sudah mengeluarkan putusan, rumah Guruh Soekarnoputra masih belum bisa disita dan dikosongkan.
Kasus ini memang sudah sempat mendapatkan jalan tengah.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Susy Angkawijaya selaku pemenang gugatan sengketa rumah Guruh Soekarnoputra mengaku telah menawarkan jalan tengah.
Susy pernah menawarkan anak bungsu presiden pertama RI Soekarno itu untuk membeli kembali rumahnya.
"Ibu Susy membuka diri seandainya rumah itu ingin dimiliki kembali oleh Pak Guruh, dengan cara dibeli ulang atau buyback. Waktu itu disepakati di harga Rp 50 miliar, tapi tenggat waktu pembayaran hanya selama sebulan," ujar kuasa hukum Susu, Jhon Redo, saat dikonfirmasi, Jumat (4/8/2023).
Redo mengungkapkan, nominal buyback itu disepakati kedua belah pihak pada 2022 lalu.
Kendati demikian, pihak Guruh disebut tak kunjung membeli kembali rumahnya dalam kurun waktu satu bulan.
Bahkan, hingga kasus ini digugat Susy ke pengadilan, Guruh masih bergeming.
"Waktu persidangan, hakim juga menawarkan kembali opsi buyback. Kami tetap menaruh nominal serupa, yakni Rp 50 miliar. Namun sampai sekarang enggak ada (penawaran)," tutur dia.
Kendati begitu, Redo mengaku pihaknya masih membuka kesempatan andai Guruh hendak menebus kembali rumah di Jalan Sriwijaya III, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Itu pun nilai rumahnya disebut dipatok dibawah harga standar.
"Intinya pemilik tidak keberatan kalau dibeli kembali, harga yang disepakati tetap Rp 50 miliar. Itu sebetulnya penjual rugi, tapi pembelian tidak kunjung selesai, makanya hukum yang berjalan melalui eksekusi pengosongan," imbuh dia.
Rumah Guruh yang saat ini telah dimiliki Susy secara sah seharusnya disita pada Kamis (4/8/2023).
Namun, juru sita dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan gagal melakukan eksekusi lantaran situasi di obyek yang disita tak kondusif.
"Petugas juru sita telah mendekati lokasi objek eksekusi sejak pukul 09.00 WIB, namun demikian petugas juru sita kami tidak bisa masuk ke lokasi karena situasi dan kondisi di tempat objek eksekusi tidak memungkinkan atau tidak kondusif," kata Pejabat Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto kepada wartawan, Kamis.
Juru sita PN Jakarta Selatan tidak berani untuk mendekat ke objek eksekusi lantaran tidak ada jaminan dari pihak keamanan.
Tidak ada aparat yang berjaga di sekitar lokasi eksekusi.
Sementara, banyak massa yang berkumpul di Jalan Sriwijaya III.
Dikutip Gridhot dari BangkaPOS, Simeon Petrus selaku kuasa hukum Guruh Soekarnoputra menceritakan awal mula sengketa dari rumah putra bungsu Presiden pertama Indonesia, Soekarno.
Pada 3 Mei 2011, Guruh meminjam uang untuk keperluan bisnis sebesar Rp 35 miliar kepada seorang laki-laki bernama Suwantara Gotama.
Guruh mengajukan pinjaman dengan bunga 4,5 persen dengan jangka waktu 3 bulan.
"Suwantara Gautama mengajukan syarat bahwa ia bisa kasih pinjaman tapi harus dengan PPJB (Perjanjian Jual-Beli)" kata Simeon, Kamis (3/8/2023).
"Maka dibuatlah PPJB kuasa menjual kemudian kuasa mengosongkan (rumah)," lanjutnya.
Tiga bulan berselang, sebelum tanggal jatuh tempo, Guruh mengajak bertemu Suwantara untuk membahas pelunasan utang. Namun, menurut Simeon, Suwantara tidak bisa ditemui.
Akhirnya pada 3 Agustus 2011, pada tanggal jatuh tempo, Guruh berkenalan dengan wanita bernama Susy Angkawijaya.
"Perempuan ini dikenalkan oleh teman-teman Mas Guruh, bahwa dia mau bantu Mas Guruh (terkait pelunasan utang).
Simeon menuturkan, dalam pertemuan itu Susy menyampaikan akan membantu memberikan pinjaman dengan syarat harus dibuat Akta Jual Beli (AJB) serta Akta Pernyataan dan Pengosongan.
"Ditandatangani AJB Nomor 36/2011 tanggal 3 Agustus 2011 dengan harga jual beli sebesar Rp 16 miliar dan Akta Pengosongan," tutur dia.
"Padahal, saudari Susy Angkawijaya tidak pernah melakukan pembayaran harga jual beli sebesar Rp 16 miliar sesuai yang tertera dalam AJB kepada Guruh," tambahnya.
Guruh kemudian bersurat kepada Susy Angkawijaya, Suwantara, dan notaris Ruli Iskandar untuk pengembalian pinjaman Rp 35 miliar beserta bunga 4,5 persen terhitung sejak Mei hingga Desember 2011.
Simeon mengatakan, AJB kembali dibuat antara Guruh dan Susy. Namun, Simeon menyebut surat tersebut tak pernah ditanggapi.
Pada Februari 2021, lanjut dia, Guruh mengirim surat undangan kedua dan baru ditanggapi oleh Susy.
"Susy menjawab bahwa 'Pak Guruh silakan keluar dari rumah tersebut karena rumah tersebut sudah saya beli dengan AJB," ucap Simeon.
Simeon mengungkapkan, Guruh merasa dibohongi karena harga pasaran tanah dan rumah seluas 1.474 meter persegi itu ditaksir mencapai Rp 150 miliar.
Namun, Simeon menuturkan, dalam AJB hanya Rp 16 miliar dan Susy disebut tidak pernah melakukan pembayaran.
"Sehingga Guruh merasa tertipu, dizolimi, karena harus kehilangan rumah tanpa ada pembayaran, juga pinjaman kepada Suwantara sebesar Rp 35 miliar berikut bunga 4,5 persen dari Mei hingga Desember 2011 belum dibayar dan PPJB belum dibatalkan," ungkap dia.
Guruh bersikukuh tidak mau mengosongkan dan menyerahkan objek tanah dan rumah kepada Susy.
(*)