Gridhot.ID - Polisi bakal memeriksa kondisi kejiwaan SNF (26), ibu yang membunuh anak kandungnya, AAMS (5) di Bekasi.
Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota AKBP Muhammad Firdaus mengatakan, polisi bakal berkoordinasi denganRS Bhayangkara, Kramat Jati, Jakarta Timur untuk memeriksa kondisi SNF.
"Kami sudah koordinasi dengan psikiater rumah sakit Bhayangkara, nanti dilakukan pemeriksaan di sana," ujar Firdaus saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (11/3/2024).
Saat ini, SNF sedang dalam perawatan di RS Bhayangkara usai menyakiti diri sendiri di ruang sel tahanan.
SNF ditempatkan di ruang sel tahanan khusus tanpa adanya narapidana lain, Sabtu (9/3/2024) usai ditetapkan sebagai tersangka, Jumat (8/3/2024).
"Hari Sabtu itu dimasukkan ke sel tahanan (khusus) tanpa ada narapidana lain. Sabtu malamnya itu dia benturkan kepala," ujar Firdaus.
Mengikuti saran psikiater, SNF harus menjalani perawatan di rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Sebelumnya, tim psikolog menyatakan bahwa SNF mengalami gangguan skizofrenia yang membuat tersangka sering berhalusinasi.
SNF bahkan kerap memberikan keterangan yang berubah-ubah saat diperiksa penyidik.
"Terkadang dia sadar memberikan keterangan, tapi terkadang juga masih halusinasi," kata Firdaus.
Oleh karena itu, SNF butuh pemeriksaan untuk memastikan apakah tersangka mengalami gangguan kejiwaan.
Sementara itu, suami tersangka inisial MAS mengaku sudah melihat gelagat aneh dari istrinya sejak 2 bulan lalu.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap suami tersangka itu mengetahui ada keanehan lebih kurang2 bulan terakhir," imbuh Firdaus.
Salah satunya, tersangka sering mengucapkan soal bisikan gaib kepada suaminya.
"Ya tetap bisikan-bisikan gaib, dia (tersangka) bilang (kepada suaminya) bentar lagi kiamat, seperti itu," ujar Firdaus.
Sehari sebelum membunuh AAMS, SNF sempat ingin membawa kedua anaknya ke suatu tempat karena mengaku mendapat "panggilan".
Esok harinya, AAMS ditemukan tewas bersimbah darah dengan 20 luka tusukan di Perumahan Burgundy, Kelurahan Harapan Baru, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Kamis (7/3/2024).
SNF dijerat Pasal 76C Juncto Pasal 180 Ayat 3 dan Ayat 4 Undang-Undang RI No 35 Tahun 2014 atau Pasal 338 KUHP dengan ancaman hukumannya 15 tahun penjara.
Nantinya, putusan hukuman SNF akan ditentukan oleh majelis hakim di persidangan.
"Hakim yang dalam proses persidangan itu yang menentukan berdasarkan hasil psikiater apakah dinyatakan gangguan jiwa berat, sedang atau ringan, seperti itu," tandas Firdaus.
Kata krimonilog
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menduga SNF menderita psikotik, yakni kelainan jiwa yang disertai dengan disintegrasi kepribadian dan gangguan kontak dengan kenyataan.
Adrianus mengatakan, orang-orang yang menderita psikotik biasanya necis.
"Nah, ini, psikotik itu, penderitanya itu necis," kata Adrianus saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (9/3/2024).
"Biasa saja (orangnya). Kalau dia enggak lagi kumat, biasa saja. Makanya tadi saya bilang, parlente," lanjutnya.
Adrianus mengungkapkan, kondisi psikotik, baik itu psikotik skizofrenia atau psikotik paranoid, tidak terjadi setiap hari atau setiap saat.
"Jadi, pada saat dia tidak mengalami situasi psikotik skizofrenia dan psikotik paranoid, dia orang biasa, orang yang normal," ucap Adrianus.
Dalam kasus ini, Adrianus menduga bahwa SNF menderita psikotik paranoid karena pelaku mendengar "bisikan gaib" sebelum akhirnya menghabisi nyawa korban.
Adrianus menjabarkan, seseorang yang menderita psikotik paranoid ketika sedang kumat, penderita tidak akan bisa diajak bicara.
"Dia sedang sibuk dengan dunianya sendiri, dan umumnya, itu menunjukkan perilaku-perilaku yang kita sebut sebagai agresif. Dia diam, merenung, nanar. Itu tandanya dia sedang mendengarkan suara tadi. Dia sedang berjuang mendengarkan apa permintaan dari suara-suara itu," ungkap Adrianus.
"Lalu, ketika dia mau memenuhinya, dia menjadi nanar, seperti orang yang menyeringai. Ketika perintahnya adalah membunuh, maka dia ambil pisau, dan terjadi. Itu yang terjadi pada ibu yang di Bekasi ini," lanjutnya.
(*)