V melihat jasad ibunya tergeletak di lantai selama dua hari.
Menurut V, ia meihat ayahnya datang membawa semen dan pasir ke rumahnya yang ternyata digunakan untuk mengubur mayat ibunya.
Menurut V, ayahnya meminta dirinya dan juga sang adik berpura-pura ada pembangunan kolam ikan di rumah mereka, jika ada tetangga yang bertanya.
"Saya melihat bapak saya membawa masuk ke dalam rumah pasir dan semen kemudian memberitahukan kepada saya, kalau ada yang bertanya semen itu untuk apa, saya harus jawab untuk membuat kolam ikan," lanjutnya.
Selain itu, sang ayah juga meminta V berbohong dengan mengatakan ibunya kabur dengan pria lain.
Selama enam tahun, V menyembunyikan kasus kematian ibunya karena terus diancam oleh sang ayah.
"Bapak saya kemudian mengajari saya dan adik saya yang waktu itu masih berumur lima tahun bahwa jika ada yang bertanya mama kamu kemana? Sampaikan bahwa mamamu pergi entah kemana," bebernya.
Kapolda Sulsel, Irjen Pol Andi Rian R Djajadi, menyatakan kasus ini terungkap setelah anak korban, V, mendatangi Mapolrestabes Makassar untuk melaporkan kasus penganiayaan yang dialaminya.
"Awalnya ada korban seorang wanita usia 17 yang datang melapor ke Polrestabes Makasaar melaporkan dugaan penganiayaan oleh ayahnya (H) atau orang tuanya sendiri," papar Irjen Pol Andi Rian, Minggu,
Dalam proses pemeriksaan, terungkap bahwa H juga menganiaya istrinya hingga tewas dan menguburkan jasad di rumah.
"Kemudian pada saat didalami oleh penyidik, dilakukan interogasi, selain keterangan dia dianiaya oleh ayahnya dia juga menceritakan bahwa ibunya bukan lari (dengan pria lain) karena selama ini informasi setelah kita dalami istrinya katanya lari dengan laki-laki lain," lanjutnya.
Mendapat infomasi tersebut, Tim Jatanras Polrestabes Makassar mencari keberadaan H dan melakukan penangkapan.
"Ternyata dari keterangan si anak bahwa ibunya bukan lari tapi dianiaya sampai mati dan kejadiannya 2018, kalau kita hitung berarti sudah 6 tahun," tukasnya.
(*)
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Siti Nur Qasanah |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar