Find Us On Social Media :

Sering Temani Soekarno Ritual di Hutan Belantara, Sosok Mbah Arjo Jadi Manusia Tertua yang Pernah Ada di Indonesia: Saya Ini Nggak Pernah Sakit, Flu Aja Nggak

Mbah Arjo dan rumah gubuknya

Untuk menuju ke tempat tinggal mbah Arjo, hanya bisa ditempuh dengan sepeda motor yang sudah dimodifikasi seperti trail. Tempat tinggal mbah Arjo lebih dikenal dengan Candi Wringin Branjang, yaitu candi yang diperkirakan peninggalan dari Kerajaan Majapahit.

Bahkan, candi yang bangunannya mirip Candi Penataran itu disebut-disebut ditemukan pertama kali oleh mbah Arjo tahun 1990. Saat itu, mbah Arjo yang baru sebulan menghuni lokasi itu menemukan bangunan yang terpendam tanah pegunungan.

Dinding rumahnya berasal dari bambu (gedek), namun sebagian belum dianyam dan cukup dipaku. Atapnya terbuat dari alang-alang bercampur jerami.

"Sejak saya tinggal di sini (1990-an), ya ini rumah saya. Ini saya tempati dengan anak perempuan saya," tutur Mbah Arjo. Saat itu ia bicaranya masih lancar, namun mengaku sudah setahun kesulitan jalan.

Sejak tak bisa jalan itu, ia tak bisa beraktivitas apapun. Meski hidup di tengah hutan, ia mengaku tak kesulitan air bersih atau kebutuhan makan lainnya. Di dekat tempat tinggalnya, ada sungai dengan air yang cukup jernih.

Untuk makanan, ia mengandalkan sayur yang ditanam sendiri, seperti daun singkong, dan bayam. Untuk beras, ia mengaku mendapat jatah beras raskin dari pemerintah. "Kalau nggak dapat jatah beras, ya saya sudah biasa cukup minum air putih saja," paparnya.

Ditanya usianya berapa? Mbah Arjo mengaku sudah 200 tahun. Soal tahun kelahirannya, ia mengaku lupa dan hanya ingat harinya, yaitu Selasa Kliwon (pada Subuh). Ia kelahiran Desa Gadungan yang berjarak sekitar 8 kilometer dari tempatnya sekarang ini.

"Kalau dikait-kaitkan dengan peristiwa jaman dulu soal masa kecil saya, ya saya sudah lupa. Namun, ketika jaman penjajah Jepang, saya sudah beristri yang keenam kali. Sebab, kelima istri saya itu meninggal dunia, sehingga saya menikah lagi dan dapat istri orang Ponorogo, namanya Suminem. Ia meninggal dunia ketika Indonesia merdeka," paparnya.

Sebanyak enam kali menikah itu, ia mengaku dikaruniai 18 anak. Namun, 17 anaknya sudah meninggal dunia dan tinggal satu orang, yakni Ginem yang hidup bersamanya dan mengalami keterbelakangan mental

Baca Juga: Diciduk Usai Sobek Al Quran dan Corat-coret Musala, Pelaku Vandalisme di Pasar Kemis Ternyata Dua Kali Beraksi, Polisi: Keluar dari TKP Pertama, Dia Lanjutkan Aksinya

Widodo, Kades Gadungan, menuturkan sebelum tinggal di komplek Candi Wringi Branjang, mbah Arjo tinggal di desanya. Namun, sejak menemukan candi itu, ia memilih tinggal di situ dan mendirikan gubuk.

"Kalau data di kependudukan desa kami, mbah Arjo itu tercatat kelahiran Desa Gadungan pada 19 Januari 1825. Kalau data pendukungnya, ya nggak ada. Cuma, kakek saya mbah Mawiro Pradio yang kelahiran 1918 saja, memangil mbah Arjo itu kakek. Berarti bisa dibayangkan, kalau mbah Arjo sudah sangat tua. Mbah saya itu baru meninggal tahun 1990 lalu," ungkap Widodo yang usianya baru 48 ini.