Find Us On Social Media :

Sering Temani Soekarno Ritual di Hutan Belantara, Sosok Mbah Arjo Jadi Manusia Tertua yang Pernah Ada di Indonesia: Saya Ini Nggak Pernah Sakit, Flu Aja Nggak

Mbah Arjo dan rumah gubuknya

Entah kelebihan apa yang dimiliki mbah Arjo, karena setelah menemukan candi itu dan tinggal di dekat candi itu, hampir selalu ada tamu yang datang di hari-hari tertentu. Lebih-lebih, setiap malam 1 Suro, menurut Widono, mbah Arjo selalu kebanjiran tamu. Tak hanya dari Blitar, namun dari berbagai daerah, seperti Jogjakarta, Ponorogo, Pacitan, bahkan Jakarta.

Mereka melakukan ritual melekan di gubuk mbah Arjo, "Biasanya para tamunya lapor ke desa, bahkan perangkat kami seringkali yang mengantar tamu-tamunya mbah Arjo. Kalau ada melekan 1 Suro, malah kami yang meminjami genset karena tempat tinggalnya belum terjangkau listrik," tuturnya.

Bahkan, tamunya tak hanya kalangan orang biasa, tak sedikit para pengusaha dan para pejabat. Salah satunya tamu mbah Arjo adalah Heri Noegroho, Bupati Blitar dua periode 2005-2015. Meski tamunya banyak orang berduit, namun kehidupan mbah Arjo tetap sederhana.

Buktinya, ia tak mampu membeli beras sehingga sering tak makan. "Bahkan saya tahu sendiri, pernah diberi uang oleh seorang pejabat yang dibantunya. Namun mbah Arjo tak mau. Malah si pejabat itu diberi uang dollar, yang bentuknya masih baru dan asli. Oleh pejabat dollar itu diterimanya," tutur Widodo.

Heri Noegroho, mengaku mengenal mbah Arjo dengan baik dan ia kagum dengan kesederhanan mbah Arjo. "Dulu (saat masih jadi bupati), saya memang sering ke sana dengan naik sepeda motor. Selain ada kepentingan tersendiri dengan mbah Arjo, juga sekalian ingin mengenalkan destinasi wisata, yakni candi penemuan mbah Arjo (Candi Wringin Branjang) itu," tuturnya, Minggu (14/1/2018).

Kalau soal usia mbah Arjo, Heri Neogroho mengaku tak tahu pasti, namun ia yakin mbah Arjo sudah berusia 100 tahun lebih. Dari sosok mbah Arjo, Heri mengaku banyak pelajaran hidup yang bisa dipetik. Selain sederhana, ia bisa bertahan hidup di lereng pegunungan dengan makanan yang ada. "Mungkin dengan kondisinya seperti itu, ia jadi awet hidup karena tak berpikiran macam-macam," ujarnya.

Mbah Arjo mengaku telah mengalami Gunung Kelud meletus sebanyak enam kali. Namun ia lupa detail tahunnya. Ia hanya mengingat letusan yang paling dashyat tahun 1990. Saat itu dirinya sudah tinggal di lereng gunung tersebut.

Saat Gunung Kelud meletus, ia tak mau dievakuasi dan tetap tinggal di gubuknya itu bersama anaknya. "Padahal saat itu ketebalan abunya di desa kami saja sampai 1 meter. Namun, ketika mbah Arjo mau dievakuasi, nggak mau.

Baca Juga: 133 Ribu Militan Ditembak Mati, Rusia Rayakan 5 Tahun Operasi Militernya di Suriah, Seakan Jadi Tempat Latihan Tempur Gratis, Pasukan Putin Kini Makin Sangar Setelah Hilangkan Nyawa 865 Pemimpin Geng di Medan Perang

Malah bilang saya nggak usah dievakuasi karena saya sudah kenal semua dan teman saya di sini banyak. Padahal di gubuknya itu, ia hanya tinggal berdua dengan anaknya. Namun katanya temannya banyak," papar Widodo.

Baru saat terjadi letusan Genung Kelud tahun 2014 lalu, mbah Arjo dan anaknya, dievakuasi paksa meski sempat menolak. Warga khawatir mbah Arjo terkena imbas dari letusan karena jika meluap, kali lahar akan lewat di depan tempat tinggal mbah Arjo. "Katanya, saya nggak usah dibawa pergi, wong di sini saya sudah ada yang memayungi. Tapi kami nggak tega. Ya saat itu kami ke balai desa," ungkapnya.

Meski mbah Arjo mengaku tak pernah pergi ke mana-mana, namun dia memiliki banyak pengalaman yang berharga. Ia bercerita, saat zaman perjuangan, ia sering bertemu Bung Karno dan Supriadi, pahlawan Pembela Tanah Air (PETA).