Find Us On Social Media :

Aksi Kekerasan pada Jurnalis Peliput Demo Tolak UU Cipta Kerja Dikecam, Polisi Bagi-bagikan 1.000 Rompi Oranye: Biar Kelihatan Berbeda

Rompi bertuliskan 'Pers' yang dibagikan Polda Metro Jaya

Laporan Wartawan GridHot, Desy Kurniasari

GridHot.ID - Aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja hingga kini masih terjadi.

Jurnalis pun ikut turun ke lapangan demi meliput kejadian.

Dalam menjalankan tugas sebagai wartawan, yang melakukan tugas peliputan saat unjuk rasa, tidak sedikit para awak media yang menjadi korban anarkistis

.Baca Juga: Prabowo Tak Mendukung Seluruh Isi UU Cipta Kerja, Hilangkan Seluruh Pasal Liberal yang Sempat Tercantum, Sang Menteri: Banyak yang Masih Gandrung dengan Liberalisme

Pun tak sedikit dari jurnalis yang menjadi korban salah tangkap maupun aksi kekerasan lain.

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat sebanyak empat jurnalis menjadi korban kekerasan saat meliput jalannya aksi unjuk rasa menolak Undang-undang (UU) Cipta Kerja di Jakarta pada Kamis (8/10/2020).

Direktuf Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin mengatakan, kekerasan terhadap empat jurnalis itu berupa penganiayaan hingga perampasan alat kerja.

Baca Juga: Wakil Sekjen MUI Bongkar Pasal Kontroversial UU Cipta Kerja, Sebut Peran Ulama Terkait Sertifikat Halal Bakal Dipangkas, Tak Ada Kejelasan Tenggat Waktu Keluarkan Fatwa

"Penangkapan, penganiayaan, dan perampasan alat kerja," ujar Ade kepada Kompas.com, Jumat (9/10/2020).

Ade mengatakan, jumlah kasus kekerasan terhadap empat jurnalis ini belum termasuk kasus yang terjadi di luar Jakarta.

Hanya saja, jumlah itu belum terdokumentasi karena LBH Pers masih fokus melakukan pendampingan massa aksi yang diamankan aparat kepolisian.

"Di luar Jakarta banyak, tapi masih belum kita dokumentasikan karena masih fokus pendampingan," terang dia.

Baca Juga: Mobilnya Hampir Terperangkap Pendemo UU Cipta Kerja, Prabowo Subianto Angkat Bicara: Mereka Niatnya Baik

Di samping itu, Ade mengutuk keras kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap jurnalis maupun massa aksi.

"Kami mengecam segala bentuk kekerasan yang terjadi. Baik itu kepada jurnalis maupun masa aksi lainya. Jurnalis sendiri merupakan pekerja yg seharusnya dilindungi berdasarkan UU Pers," tegas Ade.

Sementara itu, dilansir dari TribunJakarta.com, Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Nana Sujana, memberikan 1.000 rompi bertuliskan 'PERS' kepada para Wartawan, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (13/10/2020).

Baca Juga: 905 Halaman UU Cipta Kerja Dibaca Tuntas, Hotman Paris Sindir Anggota DPR yang Sesumbar Bahas Masalah Pesangon Buruh: Siapa yang Sok Pintar Bilang Waktunya Singkat?

Irjen Pol Nana Sujana, menjelaskan tujuan ini dilakukan guna mengantisipasi kekerasan terhadap jurnalis.

"Kami menyiapkan seribu rompi untuk Wartawan. Hal ini kami lakukan melihat pengalaman yang lalu, rekan-rekan Pers yang ikut diamankan anggota keamanan," kata Nana.

"Dengan adanya rompi ini, saya mengharapkan rekan-rekan pers harus ada jarak dengan kelompok pendemo atau kelompok yang akan mengarah ke kerusuhan," lanjutnya.

Dia menambahkan, rompi berwarnya oranye ini juga sebagai perbedaan antara aparat dengan pendemo.

Baca Juga: Kacamatanya Sampai Patah, Mahasiswa UGM Ini Akui Dipukul dan Dipaksa Ngaku Jadi Provokator, Polisi: Bukan Zamannya Paksa Orang Mengaku

"Pastinya biar kelihatan Pers berbeda dengan aparat dan pendemo. Tentunya sebagai identitas diri, dapat dipakai setiap ada aksi," ujarnya.

Tak hanya di Jakarta, melansir Kompas TV, Polda Kalimantan Tengah juga membagikan rompi, kepada wartawan yang akan melakukan tugas peliputan unjuk rasa.

Pembagian rompi ini dilakukan saat akan digelarnya unjuk rasa di kantor DPRD Provinsi Kalimantan Tengah.

 

Selain itu, polisi membubarkan paksa para mahasiswa yang melakukan unjuk rasa terkait Undang-Undang Cipta Kerja, Omnibus Law, di depan kantor DPRD Kalimantan Timur, pada Senin (12/10/2020 )malam.(*)