Yaitu bentuk sekularisme Prancis yang ekstrem dan aksi penistaan agama yang telah memicu radikalisme di antara minoritas yang terpinggirkan.
Secara khusus, babak kekerasan terbaru ini mengikuti keputusan awal bulan ini oleh surat kabar satir Charlie Hebdo untuk menandai dimulainya persidangan atas serangan pembunuhan di ruang redaksi pada tahun 2015 dengan menerbitkan ulang kartun menghujat Muhammad yang mendorong serangan asli.
Dua hal ini, sekularisme radikal dan radikalisme agama, telah terlibat dalam tarian mematikan sejak saat itu.
Secara tradisional, sekularisme Prancis mengharuskan negara bersikap netral dan menyerukan penghormatan terhadap agama di ruang publik.
Ini dilakukan untuk menghindari munculnya intoleransi agama.
Namun, di zaman modern ini, ini telah menjadi sesuatu yang jauh lebih ekstrem.
Sekularisme moderat yang berlaku hingga tahun 1970-an telah diganti dengan sesuatu yang lebih seperti agama sipil.
Ini adalah sistem kepercayaan yang memiliki pendetanya sendiri (menteri pemerintah), pausnya (presiden republik), pembantunya (intelektual) dan bidatnya (siapa pun yang menyerukan sikap yang kurang antagonis terhadap Islam ditolak).