Find Us On Social Media :

Bak Senjata Makan Tuan, Sekularisme Perancis yang Kelewat Ekstrem Kini Bawa Negeri Eiffel Terjebak di 'Lingkaran Setan', Jadi Incaran Aksi Terorisme yang Makin Merajalela

Menara Eiffel di Paris, Prancis.

Gridhot.ID - Baru-baru ini Perancis sedang dilanda konflik agama.

Padahal sebelumnya, negara ini dikenal dengan kerasnya penolakan aksi penistaan agama.

Namun, bak senjata makan tuan, kini justru serangkaian serangan aksi terorisme esktrem telah mengguncang Prancis.

Baca Juga: Jika Tidak Bakal Dinonaktifkan, Peserta BPJS Kesehatan Golongan Ini Wajib Lakukan Registrasi Ulang, Begini Caranya

Yang terbaru, di sebuah gereja di Nice, menewaskan tiga orang.

Ini terjadi hanya dua minggu setelah seorang guru dipenggal kepalanya di pinggiran kota Paris setelah ia memajang kartun Nabi Muhammad di ruang kelasnya.

Mengapa Prancis menjadi sasaran serangan aksi terorisme selama berulang kali oleh ekstremis brutal?

Baca Juga: Bakal Satu Kapal dengan Orang NASA, Nikita Willy Bocorkan Rencana Bulan Madunya, Istri Indra Priawan: Tahun Depan, Kita Sudah Daftar ke Antartika

Dilansir dari politico.eu pada Minggu (1/11/2020), Jerman, Inggris, Italia dan bahkan Denmark, tempat kartun kontroversial Muhammad pertama kali diterbitkan. belum melihat kekerasan yang sebanding.

Alasannya sederhana.

Yaitu bentuk sekularisme Prancis yang ekstrem dan aksi penistaan ​​agama yang telah memicu radikalisme di antara minoritas yang terpinggirkan.

Secara khusus, babak kekerasan terbaru ini mengikuti keputusan awal bulan ini oleh surat kabar satir Charlie Hebdo untuk menandai dimulainya persidangan atas serangan pembunuhan di ruang redaksi pada tahun 2015 dengan menerbitkan ulang kartun menghujat Muhammad yang mendorong serangan asli.

Dua hal ini, sekularisme radikal dan radikalisme agama, telah terlibat dalam tarian mematikan sejak saat itu.

Baca Juga: Lawan Dominasi China, Angkatan Laut India Tembakan Rudal Anti-Tank, Kapal yang Jadi Sasaran Dilaporkan Terbakar dan Rusak Parah

Secara tradisional, sekularisme Prancis mengharuskan negara bersikap netral dan menyerukan penghormatan terhadap agama di ruang publik.

Ini dilakukan untuk menghindari munculnya intoleransi agama.

Namun, di zaman modern ini, ini telah menjadi sesuatu yang jauh lebih ekstrem.

Baca Juga: Terlihat Punya Karakter Sombong dan Belagu, Rizky Billar Diwanti-wanti Psikolog Agar Jaga Emosi, Lita Gading: Dekatkanlah dengan Agama...

Sekularisme moderat yang berlaku hingga tahun 1970-an telah diganti dengan sesuatu yang lebih seperti agama sipil.

Ini adalah sistem kepercayaan yang memiliki pendetanya sendiri (menteri pemerintah), pausnya (presiden republik), pembantunya (intelektual) dan bidatnya (siapa pun yang menyerukan sikap yang kurang antagonis terhadap Islam ditolak).

Salah satu ciri yang menentukan dari sekularisme baru ini adalah promosi penistaan ​​agama.

Dan khususnya, ekspresi ekstremnya dalam bentuk karikatur seperti yang dilakukan kepada Nabi Muhammad.

Kondisi ini lantas 'dipamerkan' secara penuh setelah pembunuhan guru yang mempertunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelasnya.

Baca Juga: Aturan Rezim Kim Jong Un Bikin Geleng-geleng Kepala, Jual Beli Rumah Dilarang di Korea Utara, Begini Cara Warganya Punya Tempat Tinggal

Saat itu, banyak intelektual Prancis memuji penistaan ​​agama dan membela pembelaan tegas pemerintah atas hak kebebasan berekspresi.

Padahal mereka seharusnya mempertimbangkan kata-kata mereka dengan lebih hati-hati.

Di Eropa Barat, hak penistaan ​​diakui secara hukum.

Baca Juga: Makin Tak Terkendali, Kasus Corona di Amerika Serikat Tembus 9 Juta, Meningkat 1 Juta dalam Dua Minggu

Namun melindungi kebebasan untuk menghujat adalah satu hal dan yang lain dengan antusias mendesak penistaan, seperti yang terjadi di Prancis.

Para pembela penistaan ​​agama meminta kebebasan berekspresi.

Tetapi apa yang dilakukan penistaan, pada kenyataannya, adalah menjebak Prancis dalam lingkaran setan.

Sehingga terjadi aksi terorisme jihadis.

Penggunaan karikatur yang tidak bersahaja atas nama hak untuk menghujat pada akhirnya merusak debat publik.

Baca Juga: Beda Kubu dengan Keluarga, Pengungsi Timor Leste Ini Ogah Kembali ke Tanah Kelahiran Demi Pilih Indonesia: Saya Lebih Suka di NTT, Lebih Baik dari Bumi Lorosae

Hasilnya adalah siklus berbahaya.

Seperti provokasi, kontra-provokasi, dan kemerosotan masyarakat.K

Jadi, jangan heran. Ketika sekularisme Prancis menjadi radikal, jumlah serangan jihadis di negara itu berlipat ganda.

Padahal akibatnya orang-orang yang tidak bersalah sedang sekarat.

Baca Juga: Meluluhlantakkan Bangunan-bangunan Kokoh, Gempa Turki Berkekuatan 6,6 Skala Richter Telan Puluhan Korban Jiwa, Bagaimana Nasib WNI di Sana?

Misalnya ketika umat Muslim di seluruh dunia menolak nilai-nilai Prancis dan memboikot produk-produk negara tersebut.

Lalu umat Muslim Prancis menghadapi pembatasan kebebasan berekspresi.

Dan Prancis pun membayar mahal untuk sekularisme fundamentalisnya, baik di dalam maupun di luar perbatasannya sendiri.(*)

Artikel ini telah tayang di Intisari-Online.com dengan judul "Bela Mati-matian Penistaan Agama, Prancis Terjebak 'Lingkaran Setan' Sehingga Jadi Incaran Aksi Terorisme Esktrem, Senjata Makan Tuan?"