Lewat surat itu, PTPN VIII memperingatkan pengurus pesantren untuk menyerahkan lahan tersebut kepada pihak PTPN VIII paling lambat 7 hari kerja sejak diterima surat tersebut.
"Saudara tidak menindaklanjuti maka kami akan melaporkan ke Kepolisian cq. Polda Jawa Barat," tulis bunyi surat tersebut.
Wakil Sekretaris Umum FPI Aziz Yanuar mengakui bila pihaknya sudah mendapatkan surat somasi tersebut pada Selasa (22/12) kemarin. "Benar, dapatnya kemarin," kata Aziz.
Habib Rizieq sendiri telah menjelaskan terkait status sertifikat tanah tempat berdirinya Pondok Pesantren Markaz Syariah FPI tersebut pada 13 November lalu. Rizieq mengakui bila sertifikat HGU-nya atas nama PT. PN VIII.
Namun, Habib Rizieq berdalih dalam Undang-undang Agraria tahun 1960 disebutkan jika satu lahan kosong dan telah digarap oleh masyarakat lebih dari 20 tahun, masyarakat berhak untuk membuat sertifikat tanah yang digarap.
"Dan masyarakat Megamendung itu sendri sudah 30 tahun lebih menggarap lahan tersebut," kata Habib Rizieq.
Dalam Undang-undang Agraria, kata Habib Rizieq, sertifikat HGU tidak bisa diperpanjang atau akan dibatalkan jika lahan itu ditelantarkan oleh pemilik HGU atau pemilik HGU tidak menguasai secara fisik lahan tersebut.
Ia menilai PT PN VIII selama 30 tahun lebih sudah menelantarkan lahan tersebut.
"Maka dari itu seharusnya HGU tersebut batal. Jika sudah batal maka HGU-nya menjadi milik masyarakat," ujar Habib Rizieq.
Lebih lanjut, Habib Rizieq menyatakan awalnya Pengurus Yayasan yang mendirikan Pesantren Agrokultural itu membayar sejumlah uang kepada petani penggarap lahan tersebut.
Baca Juga: 4 Jam Diperiksa Polisi Terkait Kasus Video Syur 19 Detik, Gisella Anastasia: Status Saya Masih Saksi