GridHot.ID - Baru-baru ini masyarakat Tanah Air dihebohkan dengan kasus meninggalnya seorang bocah perempuan bernama Aisyah asal Temanggung, Jawa Tengah.
Melansir Serambinews.com, bocah malang tersebut diduga dibunuh oleh orang tuanya karena dianggap nakal.
Ia dirukiah lalu ditenggelamkan dalam bak mandi hingga meninggal dunia.
Parahnya lagi, jasadnya di letakkan di dalam kamar selama 4 bulan lamanya, dan disebut sebagai langkah perawatan.
Dilansir dari TribunJateng.com, kasus meninggalnya Aisyah (7) warga Dusun Paponan Desa Bejen Kecamatan Bejen Kabupaten Temanggung kini masih meninggalkan tanda tanya.
Meski jajaran Satreskrim Polres Temanggung telah menetapkan 4 tersangka tindak kekerasan hingga mengakibatkan nyawa anak menghilang, sejumlah warga mengaku masih shock dan menerka-nerka bagaimana orangtua Aisyah, Marsidi (43) dan Suwartinah (39) tega menganiaya anaknya hingga meninggal lantaran saran dukun Hariyono (56) dan asistennya Budiyono (43).
Seorang warga, Naryo mengatakan, Marsidi dan Suwartinah dikenal sebagai tetangga yang baik.
Bersama dua putrinya, keluarga Marsidi hidup bertetangga dengan baik nyaris tanpa cacat.
Bahkan, atas didikan orangtuanya, sang anak dikenal sebagai anak yang cerdas, mudah bergaul, dan aktif.
Ia pun mengaku sempat kaget saat kejadian meninggalnya Aisyah terkuak setelah tertutup rapat kurang lebih 4 bulan.
"Aisyah itu anaknya pintar, gak nakal, aktif mudah bergaul. Rajin juga ngaji.
Saya tahunya dia di rumah mbahnya Congkrang karena lama gak kelihatan sepedaan.
Ya gak ada curiga sama sekali," ujarnya kepada tribunjateng.com, Rabu (19/5/2021) malam di rumahnya.
Sementara ketua RT 2 RW 3 Dusun Paponan, Mustakim mengatakan, korban setahunya tidak nakal, sebagaimana yang disangkakan keterangan tersangka dukun.
Korban Aisyah justru dikenal sebagai anak yang ramah dan rajin mengaji.
Menurutnya, korban juga tidak pernah bertindak kekerasan terhadap teman-temannya, sehingga mempunyai banyak teman.
Selain itu, Mustakim menilai bahwa orangtua korban dikenal sebagai keluarga yang mudah seserawung dengan para tetangga.
Keduanya juga dikenal baik banyak orang, sering ikut dalam kegiatan warga termasuk jamaah salat di musala, tahlil bersama, dan kegiatan sosial RT setempat.
Sang ayah korban, Marsidi juga dikenal sebagai pekerja yang ulet.
Berdasarkan keterangan sejumlah rekan kerjanya, lanjut Mustakim, ayah korban merupakan karyawan teladan dengan datang lebih awal dan pulang pada waktunya.
"Kalau istrinya atau ibu korban, sehari-hari menjahit.
Dados (jadi) semuanya kaget, mboten nyongko kejadian itu (tidak menyangka kejadian itu)," tuturnya.
Selama ini, terang Mustakim, warga tidak melihat atau mendengar hal-hal yang berbeda dari kebiasaan keluarga Marsidi.
Bahkan, tetangga terdekatnya pun tidak mendapati gelagat aneh pada keluarga Marsidi.
Begitupun tidak mencium bau mayat atau bau menyengat semacamnya sehari-hari.
Mustakim memastikan bahwa ia tidak terlalu mengenal siapa dukun dan asistennya.
Menurutnya, kedua orang yang ikut ditetapkan sebagai tersangka itu tidak dikenal sebagai dukun atau ahli spiritual.
Melainkan seorang karyawan swasta yang tinggal di dusun lainnya di Desa Bejen.
"Ya setelah kejadian itu, suasana di sekitar masih baik-baik saja.
Kakak korban saat ini dibawa keluarga kakeknya di Congkrang.
Cuma, kalau malam hari biasanya habis Maghrib Isya masih ramai, tapi saat ini warga memilih di rumah, agak sepi dari biasanya.
Untuk tahlilan mendoakan korban tetap kita laksanakan sampai 7 hari bertempat di rumah saudara Marsidi," tuturnya.(*)