Gridhot.ID - Pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak meragukan rekaman CCTV dalam kasus pembunuhan Yosua.
Rekaman CCTV itu berisi detik-detik sebelum Brigadir J tewas di rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Dalam rekaman tampak keadaan di luar rumah saat rombongan Putri Candrawathi, termasuk Brigadir J tiba di Jakarta.
Mengutip Kompas TV, Kamaruddin Simanjuntak menilai, rekaman CCTV tersebut telah diedit.
"Itu sudah kita tolak karena itu editan," ujar Kamaruddin, Jumat (26/8/2022).
Rekayasa terlihat dari salah satu potongan CCTV yaitu ada perbedaan alas kaki yang dikenakan Brigadir Yosua.
"Ada di pukul 15.49 almarhum pakai sepatu tapi di (rekaman CCTV) 15.49 pakai sendal," kata Kamaruddin.
"Iya nanti yang rekayasa itu (dilaporkan)," tegasnya.
Kamaruddin menjelaskan bukti elektronik harus melalui uji forensik agar hasilnya bisa dipastikan orisinil atau editan.
"Elektronik itu rawan diedit, maka harus diuji ahli forensik. Kalau belum diuji bisa saja itu editan. Bisa saja CCTV yang lalu dibuat seolah-olah pada hari itu," ungkapnya.
Melansir TribunnewsBogor.com, ahli digital forensik Abimanyu Wachjoewidajat menemukan hal janggal saat menganalisis rekaman CCTV dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Menurutnya, video CCTV yang beredar itu sudah di edit, termasuk soal bagian Putri Candrawathi agar terlihat seperti tidak terlibat.
"Selama ini kan dugaan yang masih selalu meluas adalah siapa dan alat apa yang rusak, di situ dimana saya sudah bilang sempat sedikit, sempat bisa di bilang kameranya yang rusak atau controller-nya atau hardisknya," tutur Abimanyu dalam program Kompas Petang di Kompas TV, Minggu (21/8/2022).
Menurut Abimanyu, ada kemungkinan hanya controller yang rusak, sehingga data dapat direcovery atau dipulihkan kembali.
"Dengan controller rusak berarti hardisknya masih aman terbukti bisa di recover," terang Abimanyu.
Lalu, Abimanyu menyebutkan kemungkinan kedua bahwa CCTV sempat dicadangkan ke dalam perangkat lain sebelum dimusnahkan atau dirusak.
Abimanyu pun menyebutkan hasil dari konferensi pers kepolisian yang mengungkap sejumlah barang bukti yang disita, yakni 4 hardisk eksternal merek WD, tablet, DVR CCTV yang ada di Duren Tiga, dan laptop merek Dell.
Di sisi lain, Abimanyu menilai rekaman CCTV yang tersebar luas di media sosial terkait kegiatan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dan para ajudannya sudah tak lagi murni.
"Di live itu bagian dari editing ya, sekarang saya buka, saya bisa kasih lihat kalau kita sekarang melihat CCTV yang ada di garasinya FS itu yang kita lihat ada dua kendaraan ini bukan analisa saya saja biar masyarakat juga melihat logikanya."
"Bahwa sekarang ini kendaraan yang warna hitam, itu kendaraannya terkompres," jelas Abimanyu.
Kemudian dalam resolusi layar CCTV yang ditampilkan, Abimanyu mengatakan bahwa format sudah terkompres menjadi 1:1, dimana biasanya menampilkan layer lebar yakni ukuran 4:3 atau 16:9.
"Padahal kalau di layar CCTV biasanya 4:3 atau 16:9 melebar bukan kotak," tegasnya.
Selain itu, ahli digital forensik menerangkan terdapat area yang di cut atau dipotong dalam rekaman CCTV tersebut.
"Silahkan kita perhatikan per times-timesnya sangat kecil, yang namanya times-times CCTV harusnya sangatlah jelas bisa terbaca tetapi bisa pilih kecil, berarti times-times tersebut sudah editan. Dengan demikian saya jelas bahwa yang hasil kamera yang di garasi itu editan," bebernya.
Abimanyu membeberkan, editan rekaman CCTV tersebut dapat terlihat dari cahaya luar yang ada di sisi kiri atas video.
"Jelas lagi kita perhatikan saat ibu PC tersebut lagi keluar garasi itu mau dibilang jam berapa pun kalau gak salah dia bilang 17.10 WIB itu dalam keadaan terang ya," bebernya.
Tampak dari sisi kiri atas, kedapatan cahaya yang menurutnya saat itu terang.
Kemudian saat yang bersangkutan kembali dan sudah berganti baju pada waktu 17.23 WIB, cahaya pun tampak sangat gelap dan menjadi malam.
"Daerah mana di Jakarta yang jam 17.00 WIB ke atas jam setengah 6 sore itu sudah gelap, yang ada masih rada redup. Kita bicara masalah CCTV loh," sambungnya.
Berbicara CCTV kata Abimanyu, CCTV selalu diupayakan menangkap intensitas cahaya lebih kuat.
Jadi jika ada perbedaan warna, cahaya atau apapun itu akan diupayakan untuk mampu lebih menyala karena terdapat otomotif infrared.
"Dengan demikian, berarti bahwa menurut saya di situ sebetulnya jam cahaya di situ sudah ter- edit ya kan," kata Dia.
Di editnya rekaman CCTV yang menyebar di media sosial, Abimanyu menambahkan bahwa tidak memungkinkan waktu untuk 13 menit Putri Candrawathi pergi dan kemudian kembali sudah berganti baju.
"Ngapain gitu cuma pergi untuk diganti baju pakai?" tegas Abimanyu.
Menurutnya, ada durasi rekaman CCTV yang lebih panjang yang menjelaskan dengan detail gerak-gerik apara pelaku saat kana eksekusi Brigadir J.
"Sebetulnya ada suatu durasi yang lebih panjang yang dilakukan sesuatu gitu," tutupnya.
Kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J
Hingga saat ini Polri menetapkan 5 tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Mereka adalah Ferdy Sambo beserta istrinya, Putri Candrawathi, Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan asisten rumah tangga Putri, Kuat Mar'uf.
Para tersangka dijerat dengan dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Menurut keterangan Mabes Polri, Bharada E diperintahkan oleh Sambo untuk menembak Brigadir J pada 8 Juli 2022 di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Setelah itu, Sambo menembakkan pistol Brigadir J ke dinding rumah dengan tujuan supaya seolah-olah terjadi tembak-menembak.
Menurut pengakuan Sambo, dirinya merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J karena merasa marah dan emosi akibat martabat keluarganya dilukai oleh Yosua dalam sebuah kejadian di Magelang.
Berdasarkan pengakuan Sambo, dia mulanya meminta Ricky yang menjadi eksekutor Brigadir J. Namun, Ricky menolak.
Sambo kemudian memanggil Bharada E untuk menembak Brigadir J dan dia menyatakan sanggup.
Saat ini Sambo ditahan di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, sedangkan Bharada E di Rutan Bareskrim Polri.
(*)