Find Us On Social Media :

Lukas Enembe Terima Uang Suap Rp 1 Miliar dan Uang Gratifikasi Rp 10 Miliar, Ada Dugaan Dana Haram Sang Gubernur Mengalir ke KKB Papua, Begini Kata KPK

KPK menanggapi adanya dugaan aliran uang suap dan gratifikasi Lukas Eembe ke OPM atau KKB Papua.

GridHot.ID - Tersangka kasus suap dan grafitasi proyek infrastruktur, Gubenrnur Papua nonaktif Lukas Enembe, ditangkap KPK pada Selasa (10/1/2023). KPK pun menelusuri aliran uang suap dan gratifikasi Lukas Enembe.

Dilansir dari Tribunnews.com, KPK juga menanggapi adanya dugaan aliran uang suap dan gratifikasi Lukas Eembe ke OPM atau KKB Papua.

"Ya, terkait dengan aliran uang jadi kami dalam mengumpulkan bukti pasti follow the money. Jadi uang itu alirannya pasti kami telusuri," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Sabtu (14/1/2023).

"Kami kaji apakah bisa diterapkan pasal lain, selain pasal suap dan gratifikasi, jadi Pasal 12a atau 12B, tapi kami juga kaji kemungkinan penerapan pasal lain selain suap," imbuhnya.

Di sisi lain, Ali memastikan KPK akan terus menelusuri aliran uang dalam bentuk perubahan aset yang diterima Lukas Enembe.

Besar kemungkinan, lanjutnya, Lukas Enembe bisa dijerat pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Kami pastikan KPK juga terus telusuri uang, aliran uang dalam bentuk perubahan aset atau ke mana diberikan kepada pihak lain setelah diterima tersangka LE (Lukas Enembe)," kata Ali.

"Sehingga kemungkinan apakah bisa diterapkan ketentuan TPPU ini juga kajian kami ke depan," lanjutnya.

Lukas Enembe diproses hukum oleh KPK atas kasus dugaan suap dan gratifikasi.

Politikus Partai Demokrat itu telah ditahan selama 20 hari pertama hingga 30 Januari 2023.

Baca Juga: Fotonya dengan Lukas Enembe Beredar, Anton Gobay yang Beli Senpi Ilegal untuk KKB Papua Akan Diadili di Filipina, Polri Usut Hubungan Mereka

Lukas disebut menerima uang suap Rp1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka terkait pengadaan proyek infrastruktur di Dinas PUTR Pemprov Papua. Rijatono pun sudah ditahan KPK.

Lukas juga diduga menerima gratifikasi Rp10 miliar. Namun, KPK belum mengungkap pihak-pihak pemberi gratifikasi tersebut.

Atas perbuatannya, Lukas Enembe disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Sementara Rijatono Lakka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 UU Tipikor.

Sebelumnya diberitakan Tribun-Papua.com, Juru Bicara KKB Papua, Sebby Sambom membela Lukas Enembe yang baru saja ditangkap KPK.

Sebby Sambom mengungkapkan cara KPK menangkap Lukas Enembe terkesan membuat Gubernur Papua nonaktif itu sebagai penjahat.

 "Kasihan, orang sudah tidak berdaya, baru diborgol lagi," kata Sebby Sambom dalam pesan suara, dikutip Tribun-Papua.com, Sabtu (14//1/2023).

Menurut Sebby, boleh saja Lukas Enembe ditangkap, namun harus diperlakukan baik.

"Boleh saja tangkap dan interogasi dia, tapi biasa saja, bukan Jakarta bikin berlebihan. kasihan Lukas Enembe diciduk seperti anak kecil dan dibuat seperti orang kriminal," ujarnya.

KPK diketahui menangkap Lukas Enembe di sebuah restoran di Distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua, Selasa (10/1/2023) sekitar pukul 11.00 WIT.

Setelah itu, Lukas dibawa ke Mako Brimob Kotaraja.

Baca Juga: Penuturan Lukas Enembe Sulit Dipahami, KPK Akan Gunakan Ahli Bahasa untuk Bantu Pemeriksaan, Firli Bahuri: Biar Perkara Cepat Selesai

"Benar tadi (Lukas Enembe) dibawa ke Brimob," kata Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakhiri.

Kemudian dari Mako Brimob Kotaraja, Lukas dibawa ke Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura untuk diberangkatkan ke Jakarta.

Saat ini, Lukas Enembe telah jalani pemeriksaan oleh KPK.

Lukas Enembe ditangkap KPK demi amankan uang negara

Dilansir dari Kompas.com, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan penangkapan terhadap Gubernur Lukas Enembe dilakukan sebagai salah satu cara buat mengamankan uang negara yang seharusnya digunakan buat kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua.

"Kehadiran KPK untuk mengamankan uang dan kekayaan negara yang seharusnya digunakan untuk kemajuan rakyat Papua, memajukan kesejahteraan rakyat Papua dan untuk mencerdaskan kehidupan rakyat Papua serta saudara saudara sebangsa dan setanah air Indonesia," kata Firli dalam keterangannya, Sabtu (14/1/2023).

Menurut Firli, jika situasi korupsi di Papua dibiarkan dengan tidak melakukan penegakan hukum terhadap para tersangka maka mustahil akan terjadi pembangunan dan keadilan sosial dan malah membuat masyarakat setempat masuk dalam pusaran kemiskinan dan kesengsaraan.

Menurut Firli, selama ini masyarakat Papua kerap mengeluhkan tentang anggaran dana otonomi khusus (otsus) yang nilainya sangat besar dari pemerintah pusat, tetapi tidak berdampak secara langsung terhadap kesejahteraan warga setempat.

Padahal sejak menyandang status daerah otonomi khusus pada 2001 dan menerima dana sejak 2002, anggaran otsus yang digelontorkan untuk provinsi Papua selalu meningkat.

Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Papua mencatat, awalnya dana yang digelontorkan pemerintah mencapai Rp 1,38 triliun.

Baca Juga: Mengandung Kalium dan Sangat Rendah Lemak, Air Kelapa Cocok Diminum untuk Mengatasi Sakit Asam Lambung

Pada 2022, anggaran yang digelontorkan pemerintah pusat untuk Bumi Cendrawasih mencapai Rp 5,7 triliun berdasarkan hasil penetapan Panitia Kerja Transfer ke Daerah dan Dana Desa DPR pada September 2021 lalu.

Firli mengatakan, penangkapan terhadap Lukas adalah peringatan bagi seluruh pelaku korupsi dan bukti kehadiran negara buat memberikan keadilan bagi masyarakat Papua.

(*)