Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade Prasetyo
Gridhot.ID- Suku Badui, merupakan salah satu masyarakat tradisional di Indonesia yang masih bertahan dengan budayanya yang kental dan khas.
Melansir dari wikipedia.org, Suku Badui atau disebut Orang Kanekes ini merupakan kelompok etnis masyarakat adat suku Banten di wilayah Kabupaten Lebak, Banten.
Mereka merupakan salah satu suku yang mengisolasi diri mereka dari dunia luar.
Baca Juga : Waspada, Gempa dan Tsunami Super Dahsyat Intai Pesisir Dua Tempat di Indonesia
Selain itu mereka juga memiliki keyakinan tabu untuk didokumentasikan, khususnya penduduk wilayah Badui Dalam.
Karena aturan adat yang sangat ketat, terkhusus Badui Dalam mereka tak boleh sama sekali bersentuhan dengan hal-hal berbau modern.
Baik itu teknologi informasi, transportasi, dan sarana prasarana modern lain.
Baca Juga : Terciduk Lagi Asik Bermesraan di Kamar Hotel, Seorang SPG dan Bosnya Dieksekusi Hukuman Cambuk
Seorang bocah asal suku Badui Dalam membagikan kisah hidupnya bertahan dengan aturan aturan adat yang sangat ketat itu.
Siang hari dengan terik matahari yang sangat panas, seorang bocah berumur 12 tahun melangkah tanpa menggunakan alas kaki di jalan beraspal.
Bocah itu bernama Sarip, seorang anak dari suku Badui Dalam.
Dengan keringat yang bercucuran dibawah teriknya matahari, Sarip tetap melangkah menuju Rangkasbitung, Pendopo Bupati Kabupaten Lebak, Banten.
Baca Juga : Salah Umumkan Hasil Ujian, 25 Siswa Terlanjur Bunuh Diri Karena Menduga Mereka Tidak Lulus
Sarip tidak sendiri, dia pergi bersama ribuan warga Baduy lain yang juga punya tujuan sama ke tempat itu.
"Ndek ka bupati (mau ke tempat bupati)" kata Sarip, saat ditanya Kompas.com mengenai alasannya pergi ke Rangkasbitung, Sabtu (4/4/2019).
Dilansir Gridhot.ID dari Kompas.com (5/4/2019), suku Badui memiliki tradisi Seba Baduy, yaitu bertemu dengan bupati yang dilakukan sekali setiap tahunnya.
Sarip merupakan warga Kampung Cibeo, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.
Dalam tatanan suku Badui, ia termasuk dalam tatanan warga Badui Dalam yang memiliki aturan ketat dan tak boleh naik kendaraan umum untuk melakukan perjalanan.
Pada saat dimintai keterangan, Sarip mengaku sudah jalan kaki sejak Rabu (3/5/2019) sore dari Cibeo.
Dirinya sempat beristirahat untuk menginap semalam di Ciboleger, perkampungan Badui Luar, sebelum melanjutkan perjalanan lagi ke Rangkasbitung pukul 04.00 pagi.
Baca Juga : Kesal Akta Tanahnya Tak Kunjung Jadi, Pria Penyandang Difabel Nekat Bakar Kantor Kelurahan
Jarak dari Cibeo-Ciboleger-Rangkasbitung kurang lebih sejauh 60 kilometer dengan lama perjalanan jalan kaki sekitar 12 jam.
Sarip mengaku baru pertama kalinya ini dirinya mengikuti tradisi Seba Baduy.
Keinginannya bertemu bupati dan pergi ke kota tak bisa menghentikan langkahnya menempuh puluhan kilometer tanpa alas kaki.
Baca Juga : Pegawai Hotel yang Dianiaya Pilot Lion Air, Akhirnya Kasuskan Pria Berinisial AG ke Polisi
Dengan polosnya dirinya mengatakan semuanya itu hanya untuk mengobati rasa senangnya bertemu bupati.
"Moal nanaon, resep bae geus kapendak mah (enggak apa-apa, senang saja jika sudah bertemu)," kata Sarip.
Akhirnya Sarip bersama rombongan warga Badui lain tiba di pendopo Kabupaten Lebak sekitar pukul 16.00 WIB.
Wakil Bupati Lebak, Ade Sumardi, menyambut langsung warga rombongan Badui yang berjumlah 1.035 orang tersebut.
Baca Juga : Pihak Lion Air Angkat Bicara Soal Kasus Pemukulan Pegawai Hotel oleh Oknum Pilot Maskapainya
Kemudian pertemuan itu disusul oleh Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya mengatakan, dirinya baru bertemu dengan Suku Badui pada pukul 20.00 WIB.
Pada saat kunjungan tersebut, warga Badui membawakan hasil bumi dan tani selama setahun terakhir untuk diserahkan ke bupati.
Beberapa tahun belakangan ini, tradisi Seba Baduy telah menjadi wisata tontonan bagi masyarakat Lebak dan Provinsi Banten.
Baca Juga : Aksinya Seret Napi Jadi Viral dan Dianggap Tak Manusiawi, Kalapas Narkotika Nusakambangan Dinonaktifkan
Banyak pula wisatawan yang datang untuk menyaksikan tradisi ini.
Untuk tahun ini, rangkaian festival Seba Baduy digelar selama seminggu mulai 29 April hingga lima Mei 2019.
"Lebak memiliki keunikan sendiri, Baduy bukan hanya punya Lebak dan Banten saja, tapi sudah mendunia. Tentunya mereka yang konsisten menjaga alam, kemudian bagaimana mengajarkan kesederhanaan, humanisme, tentunya bagi yang ingin berkunjung ke Baduy mari datang ke sini," kata Iti.
Bupati perempuan pertama di Kabupaten Lebak ini mengatakan, Seba Baduy merupakan tradisi tahunan di mana warga Badui melakukan kunjungan ke Bupati dan Gurbernur.(*)