Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Penuh dengan Makna, Tradisi Tabuh Beduk Saat Ramadan Buat Belanda Kocar-Kacir Pada Masa Penjajahan

Nicolaus - Sabtu, 11 Mei 2019 | 17:33
Ilustrasi Beduk
www.datasunda.org

Ilustrasi Beduk

Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade Prasetyo

Gridhot.ID - Tradisi bulan ramadan tak bisa dilepaskan dari bunyi tetabuhan beduk dan kentongan.

Suara tetabuhan itu sangat sarat dengan makna dan ternyata telah menjadi tradisi sejak jaman dahulu kala.

Yang paling familiar di masyarakat tentang bunyi tetabuhan ini adalah didengar ketika menjelang sahur dan buka puasa.

Baca Juga : Viral! Ibu-Ibu Komplek Zaman Now Aransemen Lagu Kill This Love Blackpink Versi Ramadan

Lalu apa sebenarnya makna yang ada dibalik suara tetabuhan itu?

Dilansir Gridhot.ID dari web resmi nu.or.id, dijelaskan bahwa menurut sejarahnya tradisi tetabuhan itu merupakan warisan bagi umat muslim di Indonesia yang sarat makna.

Tradisi tetabuhan itu sering juga disebut 'Tedur'.

Baca Juga : Tak Seperti Orang Tajir Kebanyakan yang Suka Koleksi Kendaraan Mewah, Sandiaga Uno Ternyata Cuma Punya 2 Mobil

Tedur adalah peninggalan Wali Songo yang masih dilestarikan hingga sekarang.

Bahkan saat masa penjajahan, tedur turut berperan mengusir penjajah.

Pada masa awal perkembangan Islam di pulau Jawa, beduk dan kentongan menjadi penanda masuknya waktu shalat.

Ketika beduk dan kentongan dipukul, orang kemudian berbondong-bondong ke masjid atau musala untuk melaksanakan shalat berjamaah.

Baca Juga : Berpakaian Sipil Saat Dikeroyok Massa, Kasat Reskim Polres Wonogiri Kini Kritis dan Akan Dirujuk ke Singapura

Meski saat ini zaman sudah berubah dengan banyaknya peralatan modern sebagai pengganti beduk atau kentongan, namun peninggalan para pendahulu tidak serta merta ditinggalkan begitu saja.

Tabuh beduk di
Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan

Tabuh beduk di

Sesuatu yang baik layak dilestarikan sebagai pengingat sejarah.

Begitu pula di beberapa pondok pesatren di Indonesia tradisi ini masih di pertahankan.

Baca Juga : Tidak untuk Mencuri, Maling Ini Masuk Rumah Justru Cucikan Piring Pemilik Rumah Lalu Pergi

Salah satunya di Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan.

Tetabuhan beduk dan kentongan mengalun ritmik dari Masjid Shiddiq Zarkasyi Kompleks Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan setiap tengah malam selama bulan Ramadhan.

"Dengan melestarikan tradisi Wali Songo yang sangat baik ini, akan membuat pahala para wali yang menciptakan beduk dan kentongan sebagai pemanggil shalat terus mengalir," kata pengasuh Ponpes An-Nawawi KH Achmad Chalwani.

Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah ini menuturkan, selain menjadi penanda waktu shalat, beduk dan kentongan ini juga ditabuh dalam momentum-momentum tertentu.

Baca Juga : Ibunya Sibuk Mengangkat Telepon, Seorang Balita Tewas Terlindas Truk Saat Asik Bermain

Seperti menjelang Ramadhan, sepanjang tengah malam selama Ramadhan, menjelang hari raya baik Idul Fitri maupun Idul Adha.

Ilustrasi Beduk
KOMPAS IMAGES/BANAR FIL ARDHI

Ilustrasi Beduk

Tetabuhan momentum-momentum tertentu itulah yang disebut tedur.

"Kalau di sini ketukan pukulan beduk dan kentongan antara waktu shalat satu dengan yang lain berbeda-beda. Kalau tedur, pukulannya lebih ritmik," terangnya.

Baca Juga : Fenomena Setan Gundul, Pernah Hantui Kejayaan Orde Baru dan Muncul Kembali Usai Pemilu 2019

Ketika ditanya asal muasal nama tedur, KH Chalwani mengaku tidak begitu paham. Nama itu telah turun temurun dipakai sejak zaman dahulu.

Di Purworejo Jawa Tengah, tradisi tedur tidak hanya dilakukan di Berjan saja.

Namun Pesantren dan masjid di desa-desa juga banyak yang melakukannya.

"Memang saat ini, tedur tidak lagi sesemangat zaman dulu. Maka di An-Nawawi saya memberikan penekanan kepada para santri agar tedur tetap dilestarikan agar tidak punah termakan zaman," ujarnya.

Baca Juga : Potret Gadis Kecil Gendong Boneka di Tengah Puing-puing Bangunan Jadi Viral, Bantuan Bagi Korban Kebakaran Kini Mulai Berdatangan

Dalam perjalanan sejarahnya, tedur pernah berjasa turut serta berperan mengusir penjajah Belanda.

Ceritanya, saat tentara Belanda melakukan patroli, dari kejauhan terdengar suara beduk ditabuh.

Kemudian para tentara itu berhenti dan bertanya kepada warga perihal suara tedur yang sayup-sayup terdengar dari kejauhan.

Baca Juga : Terjebak dalam Lift Rusak Selama 2 Hari, Wanita Paruh Baya Nekat Minum Air Kencingnya Sendiri untuk Bertahan Hidup

Dijawablah oleh warga jika suara itu adalah suara santri sedang tedur.

"Mendengar jawaban tersebut, Belanda ketakutan dan berkata keheranan sambil balik kanan, tedurnya santri aja kayak gitu, kalau bangun terus gimana, ya?" tiru KH Chalwani, diikuti gelak tawa para santri.

Menurutnya, itu cerita turun-temurun yang ia meyakini kebenarannya sebagai bagian dari keistimewaan tradisi tedur.(*)

Source : nu.or.id

Editor : Grid Hot

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Tag Popular

x