Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade Prasetyo
Gridhot.ID - Kerusuhan 21 dan 22 Mei untuk menolak hasil Pemilu 2019 yang telah diumumkan secara resmi oleh Bawaslu meninggalkan kisah yang memilukan bagi sejumlah orang.
Orang -orang yang tak terlibat pun dan berada di sekitar lokasi kejadian banyak yang menjadi korban.
Beberapa fasilitas umum pun tak luput dari aksi anarkisme massa.
Sebuah kisah memilukan terlontar dari mulut para pedagang yang sedang mengais rezeki justru menjadi sasaran aksi massa.
Warung warung dan pedagang yang berada di sekitar lokasi bentrokan habis dijarah massa bahkan dibakar.
Rajab, seorang pedagang rokok dan minuman di Jalan KH Wahid Hasyim tepatnya di pelataran Restoran Garuda barang dagangannya habis dijarah massa.
Dilansir Gridhot.ID dari Kompas.com (24/5/2019), sang pemilik warung mengaku tak hanya barang dagangannya yang ludes dijarah, namun juga uang yang disimpannya pun ikut hilang dibawa kabur.
"Rokok, minuman, mi, kopi, semua diambil. Ada uang tabungan juga kira-kira Rp 8 juta yang diambil, disisasin Rp 100 perak pun enggak," kata Rajab kepada Kompas.com, Kamis (23/5/2019).
Rajab menuturkan, penjarahan ke warungnya merupakan imbas dari pembakaran Pos Polisi Sabang yang berada di samping warung.
Padahal pada saat itu warungnya sudah ditutup rapat olehnya, namun nekat dibuka paksa oleh massa dan dijarah.
"Situasinya massa lah ya, dia enggak langsung menjarah, awalnya membakar Pospol itu dulu baru dia ke sini. Ada beberapa yang dirusak," kata Rajab.
Rajab pun menunjukkan kaca etalase dan lemari pendingin yang sudah pecah.
Dua orang karyawannya tampak memunguti sisa-sisa pecahan kaca yang bertebaran di lantai.
Ia mengatakan, warungnya terpaksa tutup sementara akibat kerusakan yang dialaminya.
Pasca kejadian ini, Rajab hanya bisa mengikhlaskan dagangan dan barang barangnya yang dijarah massa dan akan mulai membangun usaha lagi.
"Berusaha cari modal dulu, libur dulu. Mungkin bukan rezeki kami ini, sudah ikhlas lah," ujar Rajab.
Selain Rajab, hal serupa juga dialami seorang pedagang mi ayam di lokasi yang sama.
Usma (64), seorang pedagang di Jalan KH Wahid Hasyim, tampak terduduk lesu di atas warung kecilnya.
Aksi anarkis massa pada Rabu (22/5/2019) malam ikut merugikan Usma yang sudah puluhan tahun berdagang di Jalan KH Wahid Hasyim.
Rokok dan minuman dagangannya ludes dijarah massa yang mengamuk.
Baca Juga: Lembaga Pers Tuntut Pertanggungjawaban Untuk Jurnalis yang Jadi Korban Aksi 22 Mei
"Rugi kurang lebih Rp 20 juta. Yang diambil rokok sama minuman dagangan. Rokok sisa dua bungkus dari awalnya banyak slop," kata Usma.
Usma mengisahkan, penjarahan itu terjadi pada Rabu tengah malam.
Saat itu, kerusuhan sedang memanas karena massa yang bikin onar di perempatan Sarinah dipukul mundur ke arah Gondangdia.
Sebetulnya, Usma sudah mengantisipasi kericuhan massa dengan menutup lapak ketika jam menunjukkan pukul 23.00 WIB, namun lapaknya tetap dijebol perusuh.
"Padahal, saya sudah kunci rapat ini lapaknya. Balik-balik tadi pagi sudah kosong melompong warungnya," kata Usma.
Usma tidak hanya kehilangan barang dagangan, namun juga tabungan dan beberapa helai pakaian yang ia miliki juga ikut ludes.
"Saya baju enggak ada yang tertinggal satu pun. Sisanya enggak ada, terbakar, karena ditaruh di pos polisi. Makanya saya mau pulang dulu," ujar Usma.
Baca Juga: Misteri Penemuan Amplop dalam Saku Demonstran, Polisi Menduga Aksi 22 Mei Dipicu oleh Massa Bayaran
Di samping pospol yang dibakar oleh massa, ternyata berimbas juga pada sebuah warung mi ayam yang terpat berdempetan dengan pospol.
Kini warung mi ayam itu pun hanya tersisa puing-puingnya saja yang sudah hancur.
Suhama dan Ismail, dua orang yang berdagang mi ayam di warung tersebut membenarkan warungnya hangus dilalap api berbarengan dengan terbakarnya pos polisi pada Rabu (22/5/2019) malam.
Usaha yang sudah dirintisnya sejak lama itu pun akhirnya ludes dalam waktu sekejap.
Baca Juga: Angkat Bicara Usai Peristiwa Kerusuhan Tanah Abang, Anies Baswedan: Jakarta Aman, Tenang dan Teduh
"Awalnya enggak dibakar, cuma kacanya dipecah-pecahin. Kata massa, jangan dibakar, kasihan ini warung mi, jangan dibakar. Tapi amukan massa yang lain malah menyerang," kata Suhama.
Suhama hanya bisa terdiam melihat api melalap ruangan kecil tempatnya mencari nafkah.
Suhama dan Ismail kini mengaku kebingungan untuk melanjutkan usahanya.
Sebab, seluruh peralatan dan perlengkapan kini sudah tak bisa dipakai.
Mereka pun memutuskan untuk pulang ke kampung halaman mereka di Sumedang untuk mencari modal usaha lagi dari awal.
"Kami pulang kampung dulu saja lah sambil menunggu ini (Pospol Sabang) kembali dibangun. Ini langsung pulang hari ini," ucap Suhama.
Ia pun berharap kerusuhan seperti kemarn tak terjadi lagi dalam hidupnya.
Ia mengaku merasa trauma dan itu merupakan pengalaman paling buruk dalam hidupnya.
Atas kejadian itu, sejumlah pedagang yang menjadi sasaran amukan masssa sudah melaporkannya pada pihak kepolisian.(*)