Laporan Wartawan Gridhot.ID, Candra Mega
Gridhot.ID - Belakangancaleg DPD RI Dapil NTB, Evi Apita Maya menjadi buah bibir setelah berhasil meraih suara tertinggi.
Melansir dari Tribunnews.com, Evi Apita Maya berhasilmendulang 283.932 suara.
Namun,caleg nomor urut 26 tersebut justru digugat ke Mahkamah Kosnstitusi (MK) oleh caleg DPD NTB bernama Farouk Muhammad.
Pasalnya, Evi dituding mengedit pas foto melewati batas kewajaran.
Evi dianggap tidak jujur karena mengubah pas foto di surat suara hingga nampak lebih cantik dari aslinya, sehingga berhasil mengantongi suara terbanyak.
Farouk lewat kuasa hukumnya, Heppy mendalilkan pelanggaran administrasi dan pelanggaran proses Pemilu kepada Evi.
Baca Juga: Evi Apita Maya, Caleg DPD Asal NTB yang Digugat ke MK Cuma Karena Foto yang Terlalu Cantik
"Calon anggota DPD RI nomor urut 26 atas nama Evi Apita Maya diduga telah melakukan manipulasi atau melakukan pengeditan terhadap pas foto di luar batas kewajaran," papar Heppy dihadapan Majelis Hakim Konstitusi, ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Jumat (12/7/2019).
Hingga saat ini, perkara tersebut masih terus bergulir di Mahkamah Konstitusi.
Dikutip Gridhot.ID dari Kompas, berikut sosok Evi Apita Maya yang sebenarnya.
Baca Juga: Ahok: Saya Kan Sudah Cacat di Republik Ini, Tidak Mungkin Jadi Menteri
1. Sarjana hukum dan magister kenotariatan
Evi Apita Maya lahir di Tanjung Enim, Sumatra Selatan.
Meski kedua orang tua Evi tak berkecimpung di bidang politik, sejak duduk di bangku sekolah Evi telah tertarik dengan politik.
Ia menjadi bagian dari berbagai organisasi. Kesenangan Evi berlanjut hingga ia duduk di bangku kuliah Ilmu Hukum Universitas Diponegoro.
Lulus sebagai sarjana hukum, Evi semula berniat melanjutkan studinya di Universitas Leiden, Belanda.
Namun, hal ini urung dilakukan dan Evi memutuskan untuk mengambil pendidikan S2 di Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Baca Juga: Ditinggal Ahok Nikah Lagi, Veronica Tan Justru Disebut Wanita Agung oleh Mantan Menteri
Ia lulus sebagai magister kenotariatan dengan gelar cumlaude.
Evi akhirnya berkarir sebagai seorang notaris sembari berkegiatan sosial.
Berbagai organisasi di bidang sosial, budaya, dan pemuda ia ikuti.
Baca Juga: Menhub Bocorkan Alasan Sebenarnya Jokowi Pilih MRT Sebagai Lokasi Pertemuan dengan Prabowo Subianto
"Termasuk Iwapi (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia), Kadin (Kamar Dagang dan Industri Indonesia), Hipmi (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia), dan saya juga adalah kader HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)," kata Evi.
2. Bukan orang baru di politik
Evi mengaku telah terjun ke dunia politik sejak masa reformasi.
Ia digandeng oleh kakaknya yang kala itu mendapat mandat langsung dari Amien Rais untuk membangun Partai Amanat Nasional (PAN) di Provinsi NTB.
Baca Juga: Terancam Hukuman Mati, Pria Pengancam Penggal Kepala Jokowi Akhirnya Menikah di Rumah Tahanan
Pada awal berdirinya PAN di NTB, Evi menjabat sebagai wakil bendahara umum.
Ia juga sempat menjabat sebagai petinggi di bidang perwakilan perempuan.
Dari PAN, Evi berpaling ke Partai Hanura. Lagi-lagi, saat itu kakaknya ditugasi oleh Wiranto untuk membangun Hanura di NTB.
Baca Juga: Menhub Bocorkan Alasan Sebenarnya Jokowi Pilih MRT Sebagai Lokasi Pertemuan dengan Prabowo Subianto
Evi pun masuk sebagai Tim 9, pendiri Hanura di NTB. Ia juga menjabat sebagai bendahara umum selama tiga periode.
Tak hanya itu, Evi menjadi Koordinator Wilayah Hanura untuk Kabupaten Bima dan Dompu.
Terakhir, ia menjabat di bidang organisasi, keanggotaan dan kaderisasi.
"Bukan pertama kali saya terjun di politik, sudah lama. Ini menjadi modal," ujar Evi.
Tahun 2009 dan 2014, Evi sempat maju sebagai calon anggota legislatif DPRD Provinsi NTB dari Partai Hanura.
Namun, ia gagal menjadi anggota Dewan.
Tidak menyerah, ia kembali lagi ikut berkompetisi melalui jalur DPD.
"Saya mencoba untuk dengan modal keyakinan bahwa saya harus ikut dalam decision maker, saya harus masuk sebagai penentu kebijakan itu dengan cita-cita murni bahwa saya ingin terutama memajukan NTB dengan kemampuan, dengan tekad saya," kata dia.
3. Gandeng tim milenial saat kampanye
Baca Juga: Jansen Sitindaon Bocorkan Alasan AHY Belum Silaturahmi dengan Prabowo
Pada Pemilu 2019, Evi terjun ke masyarakat selama kurang lebih satu tahun untuk berkampanye.
Ia menggandeng kalangan milenial untuk mengenalkan dirinya ke masyarakat.
Anak muda yang tergabung dalam Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), HMI, hingga karang taruna, ia ajak untuk bekerja bersama.
Semua aspek ia perhitungkan, termasuk strategi pesaingnya.
"Saya juga melirik dari kontestan lain, (mereka) tidak pernah melirik dari teman-teman yang minoritas, Hindu, Budha, itu semua mereka pro ke saya, mendukung saya penuh. Itu juga sebagai kunci saya meraih kemenangan," kata Evi.
Evi membantah selama kampanye sekadar mengandalkan foto pencalonan dirinya.
"Ya itu salah besar," ujarnya.
4. Respons keluarga atas gugatan Farouk
Evi mengatakan, Farouk adalah satu-satunya orang yang mempersoalkan foto pencalonan dirinya. Selama masa kampanye, tak pernah ada masyarakat yang keberatan atas foto itu.
Baca Juga: Prabowo - Sandi Bawa Pengacara yang Berpengalaman Menang Gugatan di MK
Ia mempertanyakan, dari sekian lama masa kampanye, kenapa Farouk baru mempermasalahkan foto pencalonannya saat ini.
"Kenapa baru sekarang digugat, ya kan di seluruh NTB ada, di kota-kota ada spanduk saya, baliho saya, stiker saya, kalender saya," katanya.
Meski optimis bakal menang di MK, Evi tetap menyimpan rasa khawatir atas gugatan Farouk.
Namun, dengan keyakinannya dan dukungan keluarga, Evi yakin telah berada di jalan yang benar.
"Keluarga ada sedikit gemas, apalagi anak-anak, suami, kok istrinya dijelek-jelekin atau mamanya dijelek-jelekin. Teman-teman anak-anak juga bilang, 'wah nggak pernah tahu tante ngomong sembarangan'. Ya keluarga ya gemas, tapi ya apa pun ada hikmahnya," kata Evi.
Evi yakin, Mahkamah dapat memberi keptusan yang adil atas perkara ini.
"Optimis Insya Allah. Saya pikir hakim adalah orang-orang yang bijak yang tahu tentang hukum, yang mempunyai hati nurani," katanya.
(*)