Saat menjadi tukang bangunan itu, ia kepikiran untuk membuka warung angkringan.
Uang hasil bekerja sebagai tukang bangunan itulah yang digunakannya sebagai modal awal membuka angkringan.
"Saya beberapa hari jadi tukang itu dapat uang Rp 20.000. Terus saya bilang ke istri, tolong ke pasar beli bahan-bahan, nanti sore saya mau buka angkringan," urainya, dilansir dari Kompas.com.
Keterbatasan ekonomi membuat Suratmo dan Wartinah harus berpikir panjang untuk bisa mencukupi biaya keluarga termasuk bayaran sekolah anak-anak mereka.
Sebab Suratmo menyadari biaya sekolah terhitung tinggi, sementara pendapatanya dari warung angkringan tidak menentu.
Bapak tiga orang anak ini akhirnya memutuskan untuk mulai menyisihkan penghasilannya demi biaya pendidikan anak-anaknya.
"Waktu itu menabung uang kertas. Uang saya taruh di antara koran, tiga bulan tidak dibuka, waktu saya buka itu uang Rp 5.000 tinggal angkanya," katanya, mengutip dari Kompas.com.
Mulai dari situlah Suratmo mengumpulkan uang koin.
Bahkan ia hanya mampu kumpulkan uang koin pecahan 100 dan 500 perak saja kala itu.
Komentar