Laporan Wartawan Gridhot.ID, Candra Mega
Gridhot.ID - Lepasnya Timor Timur dari NKRI pada Agustus 1999 tak lepas dari peran Australia.
Pasalnya, Australiasaat itu paling getol mendukung Timor Timur lepas sari pangkuan Ibu Pertiwi.
Sejak itu pula, militer Indonesia dan Australia cenderung memiliki hubungan yang kurang baik.
Tak jarang terjadi bentrokan antara pasukan Australia dan pasukan TNI yang bertugas di Timor Timor.
Melansir dari Grid.ID, Australia mengirimkan pasukan paling banyak di tubuh INTERFET (pasukan PBB untuk Timor Timur) untuk mengawal jalannya referendum di sana.
Pengiriman pasukan Interfet membuat masalah menjadi runyam karena bisa saja pasukan PBB itu bergesekan dengan prajurit TNI yang berjaga di Timor Timur.
Bahkan, bentrokan bukan hanya terjadi di darat melainkan juga di udara.
Pada16 September 1999, Lanud El Tari Kupang sebagai pangkalan udara depan yang berbatasan dengan wilayah udara Timor Timur melaksanakan kegiatan seperti biasa.
Secara periodik para pilot tempur TNI AU melaksanakan patroli udara.
Patroli ini bisa disebut patroli tempur (Combat Air Patrol) lantaran Panglima Komando Operasi (Pangkoopsau) 2 memerintahkan tembak jatuh pesawat apapun yang melintasi wilayah udara Indonesia tanpa izin karena situasi 'panas' saat itu.
Unsur yang digunakan untuk patroli udara adalah A-4 Skyhawk, Hawk 109/209 dan F-16.
Masing-masing pesawat dipersenjatai kanon kaliber 20 mm dan rudal udara ke udara AIM 9 Sidewinder, mungkin hanya OV-10 Bronco saja yang tak dilengkapi rudal.
Briefing sebelum penerbangan dilakukan dipimpin oleh Danlanud.
Dalam flight plan ditentukan bahwa pimpinan taktis dipegang oleh Kapten Pnb Ashar Aditama dengan wingman Mayor Pnb Henry Affandi dan Lettu Pnb Anton Mengko.
Kapten Azhar menunggangi jet tempur Hawk 209 TT-1207 berkursi tunggal.
Sedangkan Mayor Henry dan Lettu Anton menggunakan Hawk 109 TL-0501 yang berkursi tandem.
Pukul 08.45 WITA semua sudah siap, kedua Hawk pun scramble dan melesat ke udara.
Dalam hitungan menit kedua jet tempur buatan Inggris itu pun sudah pada ketinggian 10.000 kaki, keduanya terbang dalam formasi sejajar.
Kedua Hawk mengarah terbang ke tenggara (225 derajat) menuju batas Flight Information Region (FIR) Darwin, Australia.
Patroli tempur di perbatasan ruang udara Indonesia-Australia pun dimulai.
Saat mendekati FIR, Kapten Azhar menghubungi Satuan Radar (Satrad) 251 Kupang yang mengoperasikan radar Groun Control Interception (CGI).
Mayor Haposan sebagai komandan Satrad 251 kemudian memberikan laporan situasi ruang udara sekitar sesuai pantauan radar.
Laporan awal ruang udara sekitar aman terkendal hingga kedua Hawk melesat terbang menuju Pulau Roti, 80 mil dari Lanud El Tari.
Dalam hitungan detik keadaan mulai berubah gawat. Mayor Haposan melaporkan kepada Kapten Azhar ada 2 pesawat tak dikenal (Blackflight) melewati batas FIR Darwin pada ketinggian 8.000 kaki dengan kecepatan 160 knot.
Awalnya Kapten Azhar dan dua wingmannya mengira kedua obyek itu adalah helikopter.
Jarak antar kedua Hawk TNI AU dengan pesawat penyusup itu 97 mil.
Namun, kedua pesawat penyusup tersebut mulai bermanuver mencurigakan dan Kapten Azhar dengan dipandu Satrad 251 mendekati sasaran yang diberi sandi X.
Ketika kedua Hawk melaju cepat ke kedua penyusup, radar Hawk terkena Jamming (pengacauan radar) oleh kedua pesawat penyusup itu.
Hal ini menyiratkan bahwa kedua penyusup sedang menyampaikan pesan tantangan kepada kedua Hawk.
Setelah jarak sudah sangat dekat dengan kedua pesawat penyusup sekitar 10 mil, Kapten Azhar secara spontan mengaktifkan panel Air Combat Manuver (ACM) untuk siap-siap bertempur.
Otomatis dengan aktifnya ACM dua rudal AIM-9 Sidewinder juga ikut aktif untuk memangsa musuh.
Kedua pesawat penyusup rupanya tahu bahwa Hawk TNI AU sudah siap menembak mereka.
Keduanya lantas menanjak tajam ke atas ketinggian 30.000 kaki dengan kecepatan 670 knot.
Itu merupakan manuver menghindar sekaligus persiapan menyerang Hawk TNI AU.
Baru sekarang Kapten Azhar dan koleganya menyadari sasaran mereka bukan helikopter melainkan jet tempur.
Kedua Hawk langsung mengejar jet penyusup itu dengan kecepatan penuh.
Baik Hawk maupun jet tempur lawannya melakukan berbagai manuver tempur, dogfight sudah dimulai!
Posisi Hawk menguntungkan karena dibelakang pesawat penyusup.
Radar Hawk pun sudah mengunci salah satu pesawat musuh, tinggal rudal diluncurkan.
Namun Kapten Azhar belum menembak lantaran tidak adanya perintah dari pimpinan.
Dalam kondisi sangat genting tersebut tiba-tiba kedua pesawat musuh berbalik arah dan menuju dua Hawk TNI AU.
Baca Juga: Digaji Puluhan Juta Rupiah, Inilah 5 Syarat Utama Jadi Anggota BIN, Sulitnya Bukan Main
Dalam hitungan detik kedua pesawat musuh berpapasan dengan Hawk. Kapten Azhar sekarang bisa melihat secara visual jet apa yang ia kejar.
"F/A-18 Hornet Australia!" teriak Kapten Azhar.
Hati Kapten Azhar dan dua wingmannya merasa kesal lantaran tadi bisa saja ditembak F/A-18 Hornet tersebut karena sudah masuk tanpa izin ke wilayah udara Indonesia.
Sebenarnya Kapten Azhar sudah meminta izin untuk menembak kedua Hornet namun pimpinan hanya berkata, "Bayang-bayangi dan identifikasi."
Kedua F/A-18 Hornet Australia kemudian tancap gas kabur ke FIR Darwin karena aksi 'slonong boy' mereka ketahuan dan hampir dilalap Hawk TNI AU.
Kedua Hawk kemudian kembali ke pangkalan di Lanud El Tari, Kupang.
Misi patroli ini dianggap sukses karena berhasil mengusir Hornet Australia dari ruang udara Indonesia.
Sejatinya, Hawk 109/209 TNI AU bukan lawan sepadan bagi jet tempur berat F/A-18 Hornet karena Hawk adalah pesawat jet kelas ringan.
Diketahui, TNI memang dilengkapi dengan beberapa alat utama sistem persenjataan atau alutsista yang memadai untuk menunjang pertahanan udara.
Salah satunya adalah dengan pengembangan dan pengoperasian pesawat terbang.
Dikutip dari Kompas, BAE (British Aerospace Hawk) Hawk adalah jet tempur ringan latih (trainer) produksi BAE Hawk sejak 1974.
Hawk merupakan sebuah pesawat jet latih untuk pesawat tempur jet generasi 4 seperti F-16, F-15, dan menggunakan radar modern APG-66 (khusus varian Mk 200) dan rudal AIM-9 Sidewinder.
Hawk Mk 109/209 merupakan kode untuk Hawker-Siddeley Hawk yang diekspor ke Indonesia yang mulai melengkapi TNI AU sejak 1997.
Adapun, Hawk Mk 209 merupakan varian single seater dari keluarga Hawk.
Pesawat jet ini dikhususkan untuk mengemban misi air superiority dan ground attack.
Baca Juga: Digaji Puluhan Juta Rupiah, Inilah 5 Syarat Utama Jadi Anggota BIN, Sulitnya Bukan Main
Pesawat ini memiliki panjang 12,07 meter dengan rentang sayap 9,94 meter serta tingginya 9,94 meter.
Hawk 209 menggunakan mesin Turbomeca Adour MK.871 yang mampu melaju dengan kecepatan maksimal 1481 kilometer per jam.
(*)