Ia melangkah lebih jauh lagi dan berhasil membawa Garuda memasuki pasar modal internasional, ditandai dengan pemberian pinjaman komersial oleh sebuah konsorsium bank yang dipimpin oleh The Chase Manhattan Bank untuk pembelian sebuah pesawat DC-9 pada tahun 1972.
Pinjaman tersebut sejak awal hingga akhir ditangani langsung oleh Garuda sendiri, tanpa jaminan pemerintah orde baru. Sebagai jaminan atas pinjaman tersebut adalah DC-9 yang dibelinya.
Langkah ini merupakan awal ekspansi Garuda hingga kemudian dengan bekal kredibilitas dan kiat pemupukan modal, membangun armada Garuda dengan nilai 1,2 miliar dollar AS.
Dua unsur dasar itu diperoleh Wiweko dari pengalaman zaman perjuangan 1949 dengan Indonesian Airways di Burma (Myanmar).
Dari modal satu Dakota DC-3 "Seulawah" sumbangan rakyat Aceh, Indonesia mampu membeli pesawat-pesawat lain, bahkan menghadiahkan sebuah Dakota kepada Pemerintah Burma.
Untuk mendukung armadanya, dibangun pusat perawatan pesawat Garuda Maintenance Facility, pusat pelatihan Duri Kosambi, dan pusat catering, membangun hotel di Sanur dan hotel Nusa Dua Beach senilai 30 juta dollar AS di Bali.
Ia sekaligus menempatkan Garuda Indonesian Airways pada jajaran maskapai kelas dunia.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Nicolaus |
Komentar