Laporan Wartawan Gridhot, Desy Kurniasari
Gridhot.ID - Mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, divonis empat tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (16/6/2017).
Menurut majelis hakim, Siti terbukti menyalahgunaan wewenang dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan (alkes) guna mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) tahun 2005, pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Departemen Kesehatan.
Belakangan, nama mantan Menteri Kesehatan itu ramai dibicarakan kembali ketika kasus virus corona merebak.
Ia dikaitkan dengan virus Flu Burung yang menewaskan sejumlah orang di Indonesia.
Rabu (18/3/2020) malam, mantan Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, melalui akun Twitternya @Fahrihamzah melakukan kultwit terkait kasus tersebut.
Sembari menyebutkan akun Twitter Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, ia melayangkan surat terbuka untuk membebaskan Siti Fadilah Supari.
"Yang terhormat pak @jokowi dan pak @prabowo, Ini waktunya bapak membebaskan ibu siti Fadhilah Supari, seorang jenius Indonesia yang menjadi korban konspirasi jahat. Ia menjadi dosen, menjadi ahli dan memimpin penelitian di berbagai lembaga akademik puluhan tahun," tulis Fahri Hamzah dalam akun Twitternya @Fahrihamzah.
Politikus itu menceritakan pengalaman Siti Fadilah Supari ketika mengakhiri pengiriman sampel virus flu burung ke laboratorium WHO.
"Siti Fadilah mengakhiri pengiriman virus flu burung ke laboratorium WHO pada November 2006 karena ketakutan akan pengembangan vaksin yang lalu dijual ke negara-negara berkembang," ujar Fahri Hamzah mengutip laman wikipedia.
Fahri mengatakan bahwa pada 6 Januari 2008, Siti Fadilah merilis buku berjudul “Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung”.
Buku tersebut berisi mengenai konspirasi Amerika Serikat dan WHO dalam mengembangkan "senjata biologis" dengan menggunakan virus flu burung.
"Bukunya dianggap membongkar konspirasi WHO dan AS. Siti Fadilah "membuka kedok" World Health Organization (WHO) yang telah lebih dari 50 tahun mewajibkan virus sharing yang ternyata banyak merugikan negara miskin dan berkembang asal virus tersebut," tulis Fahri Hamzah.
Melansir Kompas.com, buku tersebut menceritakan perjalanan mantan Menkes era Susilo Bambang Yudhoyono itu dalam menguak konspirasi praktik virus sharing yang sudah berlangsung lebih dari 50 tahun.
Menurut Siti Fadilah Supari, konspirasi tersebut telah merugikan negara-negara miskin dan negara berkembang tempat virus berasal, termasuk salah satunya Indonesia.
Dalam bukunya, ia menuliskan, konspirasi praktik pembagian virus itu dilakukan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dengan berbagai perusahaan vaksin internasional yang berpusat di negara-negara industri maju dengan bantuan mekanisme Global Influenza Surveillance Network.
Melalui mekanisme itu, virus yang diperoleh dari negara-negara berkembang dikirim ke WHO.
Namun, ternyata, virus-virus itu kemudian diperdagangkan sebagai vaksin oleh negara maju.
Vaksin tersebut lalu ditawarkan kepada negara miskin dan berkembang dengan harga tinggi, termasuk vaksin flu burung asal Indonesia.
Atas dasar itu, Siti Fadilah memutuskan menghentikan pengiriman sampel virus flu burung ke laboratorium WHO.
Penghentian itu dilakukan setelah sampel virus itu digunakan untuk kepentingan industri tanpa sepengetahuan Pemerintah Indonesia.
"Saya menyetop kirim sampel virus. Saya minta aturan pengiriman sampel virus diubah jadi lebih transparan dan adil," kata Siti Fadilah.
Atas dasar konspirasi WHO dan Amerika Serikat itulah, dalam pandangan Fahri Hamzah, Siti Fadilah Supari menjadi korban dan dijebloskan ke penjara.
Ia mengatakan, saat ini, di tengah merebaknya virus corona di Indonesia, pemerintah memerlukan pandangan lain mengenai virus dan vaksin.
"Maka, memasuki usia beliau yang sudah tua dan sakit-sakitan. Saat pemerintah memerlukan pandangan lain tentang virus dan vaksin, bebaskanlah ibu siti fadilah. Dialah teman bicara yang sebenarnya. Dia yang bisa melihat peristiwa ini dalam kepentingan nasional," tulis Fahri Hamzah dalam akun Twitternya.
Ia pun berharap agar surat terbuka yang dibuatnya mampu membuka mata terhadap kejahatan konspirasi penegak hukum di masa lalu.
(*)