Gridhot.ID - Daerah kini justru terancam mengalami penyebaran virus corona akibat banyaknya warga yang melakukan mudik di tengah wabah ini.
Pemerintah kemudian memutuskan agar daerah bisa menyediakan rumah karantina bagi para pemudik.
Namun Sragen sepertinya tidak akan membangun rumah karantina seperti yang diperintahkan.
Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati membeberkan alasannya tidak mau membuat rumah karantina bagi pemudik.
Hal itu disampaikan Yuni melalui tayangan Youtube Talk Show tvOne (6/4/2020).
Kala daerah lain sibuk menyediakan tempat karantina bagi warganya yang mudik, Yuni justru mengaku ogah membuat tempat karantina untuk warganya.
Yuni mengungkapkan, ia lebih memilih membentuk Satgas Covid-19 di setiap desa.
Dijelaskan Yuni, Satgas Covid-19 disetiap desa itu bertugas hingga tingkat RT.
"Kami mengaktifkan atau membentuk Satgas Covid-19 di setiap desa yang bertugas sampai dengan tingkatan RT,"
"Daripada kami menyiapkan tempat untuk karantina," ujar Yuni.
Bupati Sragen itu mengatakan, bahwa manajemen karantina itu sangat kompleks untuk dilaksanakan.
"Karena manajemen karantina itu sangat-sangat kompleks sekali," kata Yuni.
Hingga saat ini data yang tercatat sudah 8703 orang warga Sragen yang kedapatan pulang kampung dari tempat perantauan masing-masing..
"Di Sragen sampai saat ini data yang kami dapatkan, pelaku perjalanan sudah mencapai angka 8703 orang," kata Yuni.
Yuni kemudian menjelasakan alasannya tidak menyediakan rumah karantina bagi warganya yang mudik.
"Kami berpikir apabila dilakukan karantina, orang yang datang tanggal 3 April baragkali sekitar 60 orang,"
"Kemudian dimaskukan ke tempat karantina," ujar Yuni.
Yuni mengaku, memang ada beberapa gedung yang layak dijadikan sebagai rumah karantina.
Baca Juga: 'Tidak Ada Rencana Pembebasan Bersyarat Napi Koruptor, Napi Terorisme, dan Napi Bandar Narkoba'
"Di tempat karantina fasilitas pemerintah, bagi kami yang memadai dan cukup baik menurut kami ada beberapa gedung yang bisa digunakan," kata Yuni.
Namun menurut Yuni untuk memudahkan pemantauan pasien karantina, setiap warga yang datang pada tanggal yang berbeda harus ditempatkan pada tempat yang berbeda pula.
"Kemudian yang datang tanggal 5 (April) misalkan ada 50 orang,"
"Kita letakan di satu gedung lagi,"
"Kalau semuanya digabung menjadi satu, padahal kita harus mengkarantina selama 14 hari maka semua hitungan mundur," terang Yuni.
"Tapi kalau setiap hari ada yang datang, tentu kita harus memerlukan 14 tempat," kata Yuni.
Sebab apabila semuanya digabung, menurutnya itu justru akan mempercepat penyebaran virus Covid-19.
Tak hanya menyediakan tempat, Yuni juga mengatakan tentu pihaknya juga harus menyediakan hiburan bagi para pasien agar tidak jenus selama di tempat karantina.
"14 tempat yang fasilitasnya memadai, dan tentu saja harus ada hiburan di sana supaya tidak jenuh dan sebagainya," ujar Yuni.
Secara gamblang Yuni mengatakan, bahwa pihaknya tidak mampu untuk menyiapkan semua itu.
"Kami tidak bisa menyediakan itu," kata Yuni.
Hingga akhirnya Yuni memutuskan untuk membentuk Satgas Covid-19 di setiap desa.
Ia mengatakan para Satgas Covid-19 tersebut bertugas aktif memantau warga Sragen yang baru pulang dari perjalanan jauh atau lokasi terjangkit.
"Sehingga kami memutuskan untuk mengaktifkan Satgas Covid-19 di setiap desa ini aktif memantau," kata Yuni.
Tak hanya itu, bagi para pemudik yang tiba dengan menggunakan kendaraan umum seperti bus, juga terlebih dahulu diperiksa kesehatannya di posko yang ada di terminal.
"Para pemudik yang datang dengan jalur umum seperti bus, kita periksa dulu di posko terminal kemudian kita kembalikan ke desa," terang Yuni.
Di setiap desa juga telah disediakan posko yang bertugas memeriksa para pemudik yang pulang.
"Di desa ada posko yang harus memeriksa semua pemudik yang pulang,"
"Kemudian kita minta mereka untuk karantina mandiri," ungkap Yuni.
Yuni optimis bahwa warga akan memahami bahwa orang yang tengah dikarantina tidak hanya diawasi oleh tenaga kesehatan.
Tetapi juga perlu diawasi oleh seluruh komponen masyarakat.
"Apabila mereka sudah bisa melakukan ini dengan komitmen, insyaallah kita bisa membuat masyarakat memahami bahwa pelaku perjalanan ini perlu dikarantina 14 hari dengan diawasi seluruh komponen masyarakat," ujar Yuni.
Tak ketinggalan, untuk mencegah apabila didapati ada warganya yang tidak patuh melakukan karantina, Yuni sudah bekerja sama dengan TNI dan Polri untuk ikut mengawasi.
"Kami minta bantuan TNI dan Polri," kata Yuni.
Yuni juga menceritakan bahwa kasus serupa pernah terjadi.
"Seperti pernah kejadian saah satu warga kami dengan status ODP," kata Yuni.
Saat hendak dicek kesehatannya, rupanya pasien tersebut sudah kabur.
"Dia pagi dicari untuk kita cek kesehatannya, ternyata sudah keluar dari rumah," ujar Yuni.
Pasien tersebut rupanya takut akan stigma masyarakat terkait kasus ODP yang disandingnya.
"Dia (pasien) ngumpet karena ketakutan mendapatkan stigma sebagai ODP," tutur Yuni.
Setelah meminta bantuan TNI dan Polri, rupana pasien tersebut tengah sembunyi di rumah orangtuanya.
"Kita minta teman-teman-teman di TNI dan Polri mencari, dan ketemu. Ternyata dia sembunyi di rumah orangtuanya,"
"Akhirnya kita masukan saja ke rumah sakit untuk kita awasi," ujar Yuni.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Ogah Buat Rumah Karantina Bagi Pemudik, Bupati Sragen Ungkap Alasannya: Insyaallah Masyarakat Paham.
(*)