Laporan Wartawan Gridhot, Desy Kurniasari
Gridhot.ID - Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa pelaku penyiram air keras kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, dianggap janggal.
Pasalnya, meski sudah menyerang hingga merusak indera penglihatan sang penyidik KPK, para terdakwa hanya mendapatkan hukuman ringan.
Mengutip Antara, JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Utara pada hari Kamis (11/6/2020) menuntut dua orang terdakwa penyerang penyidik KPK Novel Baswedan, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, selama 1 tahun penjara.
Menurut JPU, para terdakwa tidak sengaja menyiramkan air keras ke mata Novel.
Keduanya disebut hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman air keras ke badan Novel Baswedan.
Akan tetapi, di luar dugaan ternyata mengenai mata yang menyebabkan mata kanan tidak berfungsi dan mata kiri hanya berfungsi 50 persen dan menyebabkan cacat permanen.
Melakukan tuntutan yang ringan meski telah merusak indera penglihatan, sosok JPU dalam persidangan kasus Novel Baswedan pun mendapat sorotan.
Banyak yang bertanya-tanya siapa sosok di balik tuntutan ringan terhadap terdakwa.
Dilansir Gridhot dari akun Twitter @AyraLubis, terbongkar sosok JPU dalam persidangan tersebut, yakni Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin.
"Namanya : ROBERTINO FEDRIK ADHAR SYARIPUDDINSebagai "Jaksa Penuntut Umum" kasus penyiraman air keras yang dilakukan oleh 2 orang oknum polisi ke wajah Bapak NOVEL BASWEDAN ( Penyidik Senior KPK ), Si Jaksa hanya memberikan tuntutan hukuman penjara 1 tahun kepada pelaku," tulis akun Twitter tersebut.
Diketahui sebelumnya bahwa JPU memberi tuntutan yang ringan terhadap terdakwa pelaku penyiram air keras kepada Novel Baswedan dengan alasan pelaku tidak sengaja melakukannya.
Akun Twitter tersebut pun mengorek lebih dalam lagi.
Namun, yang membuat terkejut adalah cuitan yang pernah diunggah oleh JPU tersebut yang diunggah oleh akun Twitter @AyraLubis.
Pasalnya, dalam akun Twitter @vdreec_oke yang diduga milik Fedrik Adhar, pria yang berprofesi sebagai JPU di Kejaksaan Negeri Jakarta Utara itu pernah berkicau mengenai Hotel Alexis dengan meng-kuote cuitan akun lain.
"Hahahah, surga itu bang "@NOTASLIMBOY: Alexis memang jaminan mutu."," tulisnya.
Rupanya, menurut akun tersebut, Jaksa Fedrik adalah salah seorang pelanggan dari Alexis yang diduga memiliki motif balas dendam terhadap KPK.
"Dengan alasan Pelaku TIDAK SENGAJA menyiramkan air keras kepada korban (emoji)(emoji)
TERNYATA...!!!Jaksa FEDRIK adalah Pelanggan Alexis ( Tempat Pelacuran ) yang punya motif balas dendam kepada KPK," tulis akun Twitter @AyraLubis.
Seperti diketahui, Alexis adalah nama sebuah hotel yang kini telah ditutup.
Melansir Tribun Jakarta, penutupan Hotel Alexis resmi dilakukan pada Rabu (28/3/2018) lalu.
Penutupan Alexis berdasarkan temuan bukti kuat jika PT Grand Ancol Hotel telah melanggar Perda Nomor 6 Tahun 2015 khususnya pada pasal 14.
Alexis terindikasi digunakan sebagai tempat praktik prostitusi dan perdagangan manusia.
Meski disebut terindikasi sebagai tempat praktik prostitusi, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, tidak menyebutkan adanya transaksi narkoba di sana.
"Bukan narkoba, yang narkoba kita tidak lihat tetapi praktik prostitusi, praktik perdagangan manusia ditemukan di situ," ungkap Anies, Selasa (27/3/2018). (*)