Sekelompok pemukim memproduksi ikan kering dan mengumpulkan bulu, dengan pulau-pulau yang memiliki lebih dari 200 penduduk pada satu titik, menurut Kementerian Luar Negeri Jepang.
Jepang kemudian menjual pulau-pulau itu pada tahun 1932 kepada keturunan para pendatang asli, tetapi pulau-pulau itu akhirnya ditinggalkan.
Jepang menyerah pada akhir Perang Dunia II pada tahun 1945, pulau-pulau itu dikelola oleh pasukan pendudukan AS setelah perang.
Tetapi pada tahun 1972, Washington mengembalikan ke Jepang sebagai bagian dari penarikan pasukan dari Okinawa.
Taiwan yang dianggap China sebagai provinsi Cina, juga mengklaim kepemilikan kepulauan tersebut.
Pertahanan di Senkaku/Diaoyus telah menjadi prioritas Pasukan Bela Diri Jepang (JSDF) dalam beberapa tahun terakhir.
Dewan Hubungan Luar Negeri mencatat, Jepang telah mendirikan pangkalan militer baru di dekatnya untuk melindungi pulau-pulau itu, JSDF juga telah membangun marinirnya.
Meski tak berpenghuni, CFR mengungkap bahwa kepulauan tersebu memiliki cadangan minyak dan gas alam yang cukup potensial.
Termasuk dengan rute pelayaran yang terkenal serta dikelilingi wilayah penangkapan ikan yang kaya membuat daerah tersebut jadi rebutan.
William Choong, seorang partnet senior di ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura mengatakan bahwa kini wilayah Laut China Selatan jadi salah satu daerah yang sedang panas.
"Dibandingkan dengan titik nyala lainnya di wilayah ini - Laut China Selatan, Taiwan, dan program senjata Korea Utara - Laut China Timur menggabungkan campuran yang unik dan mudah terbakar dari sejarah, kehormatan dan wilayah," tulis Choong di The Interpreter.
Artikel ini telah tayang di Sosok.ID dengan judul China Kembali Berulah, Tiongkok Rebut Kepulauan Ini yang Disebutnya Telah Jadi Hak Milik Sejak Tahun 1400, Jepang: Kami Akan Menganggapi Dengan Tegas dan Tenang!
(*)
Source | : | Sosok.id |
Penulis | : | None |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar