Gridhot.ID - Pemerintah Indonesia dikabarkan berani menolak permohonan AS untuk mendaratkan P-8 Poseidon di tanah air.
Padahal, pesawat yang dijuluki sebagai 'pemburu kapal selam' tersebut dikabarkan membutuhkan daratan Indonesia untuk mengisi bahan bakarnya.
Hal itu dsampaikan oleh 4 pejabat senior Indonesia yang mengetahui masalah tersebut, seperti yang dilansir dari Reuters pada Selasa (20/10/2020).
Pesawat P-8 memainkan peran sentral dalam mengawasi aktivitas militer Cina di Laut Cina Selatan, yang sebagian besar diklaim oleh Beijing sebagai wilayah kedaulatannya.
Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin menegaskan Indonesia menganut sistem politik luar negeri bebas aktif.Indonesia juga tidak terikat dan tidak mengikuti salah satu blok manapun di dunia.
"Politik luar negeri bebas aktif itu artinya Indonesia bebas dalam menentukan bersahabat dengan negara manapun dan berprinsip untuk tidak memihak salah satu blok ataupun ikut bersengketa dengan negara yang sedang berkonflik," kata Hasanuddin kemarin.
Konsekuensinya, kata Hasanuddin, Indonesia tidak akan memberikan fasilitas dan bantuan apapun kepada negara-negara yang sedang bersengketa, termasuk penggunaan wilayah teritori Indonesia.
"Jadi penolakan terhadap pengawas maritim P-8 Poseidon itu merupakan prinsip Indonesia yang menganut politik luar negeri bebas aktif," ujar politikus PDI Perjuangan (PDIP) itu.
Dikabarkan, empat pejabat senior Indonesia yang menjadi sumber Reuters beberapa waktu lalu mengungkapkan, tahun ini Indonesia menolak proposal Amerika Serikat untuk mengizinkan pesawat pengawas mata-mata maritim P-8 Poseidon mendarat dan mengisi bahan bakar di RI.
Menurut para pejabat yang menolak namanya disebut, pejabat AS melakukan sejumlah pendekatan "tingkat tinggi" pada Juli dan Agustus kepada menteri pertahanan dan menteri luar negeri Indonesia, sebelum akhirnya Presiden Indonesia Joko Widodo, menolak permintaan tersebut.
Sumber Reuters juga bilang, proposisi yang muncul di tengah persaingan sengit AS dan China untuk mendapatkan pengaruh di Asia Tenggara, mengejutkan pemerintah Indonesia.
Melansir Reuters, Indonesia bukan penuntut resmi di jalur air yang penting secara strategis, namun Indonesia juga mengklaim kepemilikan sebagian wilayah Laut Cina Selatan. Indonesia secara teratur telah mengusir kapal penjaga pantai dan kapal nelayan Cina dari daerah yang diklaim Beijing.
Kendati demikian, Indonesia memiliki hubungan ekonomi dan investasi yang berkembang dengan Cina.
Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kepada Reuters, Indonesia tidak ingin memihak satu pihak dalam konflik yang terjadi.
Retno juga mengungkapkan kekhawatirannya dengan meningkatnya ketegangan antara kedua negara adidaya dan militerisasi Laut Cina Selatan."Kami tidak ingin terjebak oleh persaingan ini," kata Retno dalam sebuah wawancara di awal September.
Terlepas dari kedekatan strategis antara AS dan negara-negara Asia Tenggara dalam mengekang ambisi teritorial Cina, Dino Patti Djalal, mantan duta besar Indonesia untuk Amerika Serikat, mengatakan kebijakan anti-China yang sangat agresif dari AS telah membuat Indonesia dan kawasan regional menjadi cemas. "Itu terlihat tidak pada tempatnya," katanya kepada Reuters.
"Kami tidak ingin tertipu menjadi kampanye anti-China. Tentu saja kami mempertahankan kemerdekaan kami, tetapi ada keterlibatan ekonomi yang lebih dalam dan China sekarang menjadi negara paling berpengaruh di dunia bagi Indonesia, " katanya lagi.
Greg Poling, seorang analis Asia Tenggara dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional yang berbasis di Washington D.C. mengatakan, langkah AS yang mencoba untuk mendapatkan hak pendaratan untuk pesawat mata-mata adalah contoh yang ceroboh oleh militer AS.
"Itu adalah indikasi betapa sedikit pejabat di pemerintah AS yang memahami Indonesia," katanya kepada Reuters.
"Ada batasan yang jelas untuk apa yang dapat Anda lakukan, dan jika menyangkut Indonesia, batasan itu adalah dengan memasang sepatu bot di tanah," lanjutnya.
Menurut analis militer, AS baru-baru ini menggunakan pangkalan militer di Singapura, Filipina, dan Malaysia untuk mengoperasikan penerbangan P-8 di atas Laut China Selatan.
Cina telah meningkatkan latihan militer tahun ini, sementara AS telah meningkatkan tempo operasi navigasi, penyebaran kapal selam, dan penerbangan pengawasan.P-8 sudah dilengkapi dengan radar canggih, kamera definisi tinggi, dan sensor akustik, telah memetakan pulau, permukaan, dan alam bawah laut di Laut Cina Selatan setidaknya selama enam tahun.
Saat membawa sonobuoy dan rudal, pesawat ini dapat mendeteksi dan menyerang kapal dan kapal selam dari jarak jauh.
P-8 juga memiliki sistem komunikasi yang memungkinkannya untuk mengendalikan pesawat tak berawak. Poseidon juga memiliki sistem komunikasi yang memungkinkannya untuk mengendalikan pesawat tak berawak.
Poseidon sebagai intai yang paling ditakuti oleh Cina dan Rusia hingga saat ini hanya bertugas melaksanakan penerbangan mata-mata saja dan bukan untuk menyerang.
Apalagi penerbangan mata-mata Poseidon masih di di kawasan udara internasional dan tidak dikawal oleh jet-jet tempur AS.
Oleh karena militer Cina pun, hanya sebatas memberikan peringatan untuk mengusir Poseidon tanpa memberikan ancaman untuk diserang menggunakan rudal atau jet tempur.(*)
Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul "Jokowi Tolak Beri Izin Pesawat P-8 Poseidon Amerika Isi Bahan Bakar di Indonesia"