Relawan tidak dibayar. Penggantian mereka hanya berupa ongkos angkut ke laboratorium Bandung.
Dalam kasus Fadly ini adalah 30 menit berkendara dari rumah.
"Mereka menyebut saya bodoh. Mereka berkata, 'Bagaimana jika kamu mati karena vaksin?' Saya memberi tahu mereka 'Jika saya mati, itu bukan urusan Anda',"
Beberapa temannya bahkan salah percaya bahwa dia telah tertular penyakit dan mengucilkannya.
"Mereka mengira saya divaksinasi karena saya sakit. Saya katakan kepada mereka jika itu benar, maka mereka bisa saja memvaksinasi pasien di rumah sakit, bukan saya," katanya.
Pak Fadly, yang memiliki tiga orang anak berusia antara empat bulan hingga enam tahun, mengaku awalnya ragu-ragu.
"Tentu saja saya takut ... tentang menyuntikkan sesuatu (asing) ke tubuh saya."
Tetapi dia merasa terhibur karena mengetahui bahwa dia bukan satu-satunya sukarelawan di Indonesia - atau di dunia, dalam hal ini - yang mengambil bagian dalam uji coba vaksin Covid-19.
"Banyak orang yang terlalu khawatir karena tidak tahu banyak tentangnya. Mereka menonton TV tapi tidak menggali lebih dalam," tambahnya.
Dr Achmad Yurianto, pejabat senior di Kementerian Kesehatan mengatakan, secara umum, "keamanan sangat terjamin" dalam uji klinis tahap akhir.
"Jika tidak aman, kami tidak akan melanjutkan fase tiga," katanya dalam webinar Covid-19 pada 19 Oktober, dalam menanggapi pertanyaan oleh The Straits Times.
Source | : | Wartakota |
Penulis | : | None |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar