GridHot.ID - Senin (9/11/2020) kemarin Djoko Tjandra hadir dalam sidang terdakwa Pinangki Sirna Malasari dalam kasus dugaan korupsi terkait kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam persidangan itu, Djoko Tjandra hadir menjadi saksi.
Namun, ada yang lain dari persidangan Senin (9/11/2020) kemarin.
Pasalnya, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra menangis.
Narapidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali ini terbata-bata ketika menyampaikan kesaksiannya.
“Pada 25 November 2019, seminggu kemudian, Pinangki bersama Andi Irfan Jaya dan Anita kembali ke kantor saya. Di situ Anita dikenalkan sebagai konsultan hukum, saya katakan silakan dengan senang hati asal ada solusi karena saya ingin proses PK ini 20 tahun Pak,” ungkap Djoko Tjandra, sambil terbata-bata saat sidang, seperti dilansir Antara.
Melihat hal tersebut, Ketua Majelis Hakim Ignasius Eko Purwanto meminta Djoko Tjandra untuk menenangkan diri.
“Sabar dulu ya, jaksa, ada tisu?,” kata Eko.
Setelah itu, seorang jaksa perempuan menyodorkan tisu kepada Djoko Tjandra.
Djoko Tjandra lsnjut menuturkan, saat itu ia menunjuk Anita Kolopaking sebagai pengacara. Lalu, dia memberikan kuasa kepada Anita.
Sepekan kemudian, seorang pengusaha bernama Andi Irfan Jaya ikut bertemu dirinya di Kuala Lumpur. “Tapi karena saya tidak terlalu ‘comfortable’ hanya dengan Anita sendiri maka pada 25 November seminggu kemudian, Pinangki datang lagi bersama Andi Irfan Jaya dan Anita ke kantor saya. Di situ Andi memperkenalkan diri sebagai konsultan dan saya katakan silakan,” tuturnya.
Sebelum pertemuan-pertemuan tersebut, Djoko Tjandra bertemu Jaksa Pinangki untuk pertama kalinya pada 12 November 2019.
Saat itu, ia mengaku lebih berperan menjelaskan kasus Bank Bali yang menjeratnya kepada Pinangki.
Sementara itu, Rahmat yang juga hadir dalam pertemuan tersebut dikatakan tak berbicara satu kata pun.
Djoko Tjandra menuturkan, Rahmat hanya berperan mengenalkan Pinangki ke dirinya Di akhir pembicaraan.
Djoko Tjandra mengakui, sebelumnya hanya berhubungan dengan pengacara, dan bukan pegawai negeri sipil (PNS).
Meskipun pada akhirnya Djoko Tjandra mengetahui bahwa Pinangki tidak memiliki kapasitas untuk membantu dirinya.
“Sekalipun akhirnya saya tahu Pinangki sebagai seorang jaksa dan saya akhirnya tahu juga bahwa beliau bidangnya bukan yang mampu membantu saya karena dari jabatannya bukan dari Jamintel, bukan dari Jampidsus, dan tak punya kapasitas dalam kasus saya,” tutur dia.
Dalam kasus ini, Pinangki didakwa menerima uang 500.000 dollar Amerika Serikat dari Djoko Tjandra.
Uang itu diduga terkait kepengurusan fatwa untuk Djoko Tjandra di MA.
Dari jumlah yang ia terima, Pinangki memberikan 50.000 dollar AS kepada rekannya dalam kepengurusan fatwa tersebut, Anita Kolopaking.
Sementara, sisanya sebesar 450.000 dollar AS digunakan untuk keperluan pribadi Pinangki.
Pinangki membeli mobil BMW X-5, membayar dokter kecantikan di Amerika Serikat, menyewa apartemen atau hotel di New York, membayar tagihan kartu kredit, serta membayar sewa dua apartemen di Jakarta Selatan.
Atas perbuatannya, Pinangki dijerat Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor subsider Pasal 11 UU Tipikor.
Pinangki juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Pinangki dijerat Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Terakhir, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat dan dijerat Pasal 15 jo Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.
Artikel ini telah tayang di Kompas TV dengan judulSaat Bersaksi di Sidang Terdakwa Jaksa Pinangki, Djoko Tjandra Menangis dan Terbata-bata(*)