Laurensius menuturkan, apa yang dilakukan oleh lembaga adat dan lembaga Desa Baomekot sudah sesuai dengan prosesnya. Ia menyebut, yang terjadi pada MA tidak masuk kategori penganiayaan karena MA disebut telah menandatangani surat pernyataan.
“Dihukum dengan besi panas itu yang bersangkutan yang mau. Dalam surat pernyataan yang bersangkutan yang menanggung risiko. Yang bersangkutan mau agar tangan ditaruh besi. Jadi tidak ada unsur paksa pihak manapun,” kata Laurensius, Selasa (17/11/2020)
Dilansir dari Kompas.com, Polsek Kewapante, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), telah memanggil perwakilan Desa Baomekot dan lembaga adat terkait kasus hukuman menempelkan besi panas ke tangan salah satu warga.
Perwakilan desa dan lembaga adat dipanggil pada Selasa (17/11/2020).
Polisi meminta penjelasan terkait hukuman adat yang difasilitasi pemerintah desa itu.
“Kita paggil mereka untuk minta klarifikasi lemabaga adat, pemerintah desa, dan korban atas persoalan itu,” jelas Kapolsek Kewapante Iptu Margono saat dikonfirmasi, Rabu (18/11/2020).
Polisi masih berusaha mempertemukan korban dan perangkat desa untuk berdialog. Sampai saat ini, kata dia, korban belum bersedia karena masih menunggu keluarga besarnya.
“Sampai saat ini kami belum menerima laporan resmi atas persoalan tersebut,” kata Margono.
Kepala Desa Baomekot Laurensius Sai mengatakan, pihaknya hanya memfasilitasi hukum adat terhadap seorang warga.
Kejadian itu bermula ketika seorang pria berinisial MA (29) dilaporkan perempuan berinisial MYT (34) ke lembaga adat dan pemerintah Desa Baomekot.