Gridhot.ID - Kasus dugaan Korupsi yang terjadi di PT Pelindo II kini sudah memasuki babak baru setelah sekian tahun lamanya.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, kasus ini merupakan kasus dugaan korupsi pada proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC).
Setelah lima tahun lamanya KPK akhirnya memutuskan untuk menahan mantan direktur utama PT Pelindo II yang sudah berstatus tersangka selama lima tahun tersebut.
Dikutip Gridhot dari Warta Kota, mantan Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Richard Joost (RJ) Lino mengaku senang ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Soalnya, RJ Lino menyandang status tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II sejak Desember 2015, dan baru mendapat kejelasan untuk ditahan tahun ini.
"Saya senang sekali setelah 5 tahun menunggu ya."
"Di mana saya diperiksa 3 kali, sebenarnya enggak ada artinya apa-apa pemeriksaan itu."
"Hari saya ditahan. Jadi supaya jelas statusnya ya," ucap RJ Lino sebelum menumpangi mobil tahanan KPK, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (26/3/2021).
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan mantan Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Richard Joost (RJ) Lino.
RJ Lino menyandang status sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (Qcc) di Pelindo II Tahun 2010, sejak Desember 2015.
"Untuk kepentingan penyidikan, KPK menahan tersangka selama 20 hari terhitung sejak tanggal 26 Maret 2021 sampai dengan 13 April 2021."
"Di Rutan Negara Klas I Cabang Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (26/3/2021).
Kata Alex, sebagai pemenuhan protokol kesehatan untuk pencegahan Covid-19 di lingkungan Rutan KPK, RJ Lino akan dilakukan diisolasi mandiri selama 14 hari di Rutan Cabang KPK, pada Gedung ACLC KPK di Kavling C1.
Resmi memakai rompi oranye khas tahanan KPK, RJ Lino menuju bibir pintu gedung dwiwarna, untuk kemudian berangkat ke Rutan C1. Ia menenteng tas besar kelir hitam.
Alex mengatakan, selama proses penyidikan, telah dikumpulkan berbagai alat bukti, di antaranya keterangan 74 saksi dan penyitaan barang bukti dokumen yang terkait perkara ini.
RJ Lino disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) dan/atau pasal 3 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Dirut PT Pelindo II Richard Joost Lino alias RJ Lino, Jumat (26/3/2021).
RJ Lino bakal diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai tersangka," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat keterangan tertulis, Jumat (26/3/2021).
KPK telah mengusut kasus ini sejak akhir 2015 lalu.
Sejak saat itu atau telah lebih dari lima tahun, RJ Lino menyandang status tersangka.
Namun, hingga saat ini, KPK belum juga merampungkan penyidikan.
Bahkan, KPK belum menahan RJ Lino.
RJ Lino terakhir diperiksa pada 23 Januari 2020 atau lebih dari setahun lalu.
Usai diperiksa KPK saat itu, Lino mengaku merasa terhormat diperiksa KPK.
Menurutnya, pemeriksaan ini menjadi kesempatan bagi dirinya menjelaskan kasus yang menjeratnya.
"Yang jelas saya merasa terhormat diundang ke sini."
"Ditanyakan untuk perjelas persoalan."
"Saya terima kasih karena setelah menunggu 4 tahun akhirnya saya dipanggil juga ke sini."
"Saya harap proses ini bisa menjelsakan bagaimana stasus saya."
"Karena apa? Saya terakhir ke sini Februari 2016, jadi ini 4 tahun," ucap RJ Lino usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/1/2020) malam.
Saat ditanyakan materi pemeriksaannya, Lino hanya menegaskan ia menambah aset puluhan triliun dalam waktu 6,5 tahun, saat menjabat Dirut Pelindo II.
"Saya cuma bilang satu hal ya."
"Saya waktu masuk Pelindo II asetnya Rp 6,5 triliun."
"Waktu saya berhenti asetnya Rp 45 triliun, itu 6,5 tahun."
"Saya bikin kaya perusahaan," tegasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum membuka peluang menyetop kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II.
Tersangka kasus ini adalah mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost (RJ) Lino.
UU 19/2019 tentang KPK menyebutkan lembaga antikorupsi dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan, terhadap perkara yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua tahun.
Sementara, RJ Lino telah menyandang status tersangka sejak akhir 2015, atau lebih dari lima tahun lalu.
"Untuk SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) di situ memang dua tahun, tapi di situ kan dapat dihentikan."
"Ini kami belum sampai kesimpulan akan menghentikan," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata lewat keterangan tertulis, Rabu (3/3/2021).
Penyidikan kasus ini terkendala perhitungan kerugian keuangan negara.
RJ Lino dijerat pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang salah satu unsur perbutannya merugikan keuangan negara.
Hambatan menghitung kerugian keuangan negara ini disebabkan pihak Huangdong Heavy Machinery (HDHM) yang menjadi pelaksana proyek, enggan menyerahkan dokumen harga QCC yang mereka jual kepada PT Pelindo II.
Belakangan, KPK meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian keuangan negara kasus ini.
Alex mengakui, penyidikan kasus ini tinggal menunggu informasi kerugian keuangan negara.
Katanya, KPK telah menerima perhitungan dari BPK dan saat ini sedang menunggu perhitungan dari ahli.
"Tetapi itu berdasarkan hasil penyidikan, penyidik masih menunggu informasi terkait kerugian negara."
"Dari BPK tadi sudah disampaikan laporannya."
"Tapi masih menunggu hitungan ahli perguruan tinggi, secara teknis sebetulnya berapa," jelas Alex.
Dalam kasus ini, KPK menyangka RJ Lino telah melawan hukum dan menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirut PT Pelindo II untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan atau korporasi.
Ia diduga memerintahkan penunjukan langsung perusahaan asal Tiongkok, HDHM, sebagai pelaksana proyek pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II.
Berdasarkan analisa perhitungan ahli teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB), dan analisa estimasi biaya dengan memperhitungkan peningkatan kapasitas QCC dari 40 ton menjadi 61 ton.
Serta, eskalasi biaya akibat dari perbedaan waktu, terdapat potensi kerugian keuangan negara minimal 3.625.922 dolar AS atau sekira Rp 50,03 miliar.
Atas perbuatannya, KPK menyangkakan RJ Lino dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU 31/1999, sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaku sudah menghitung kerugian negara, dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II tahun 2010.
Kasus ini menjerat eks Direktur Utama PT Pelindo Richard Joost Lino (RJ Lino) sebagai tersangka.
"Sudah selesai (audit) semuanya ini. Kerugian keuangan negara juga sudah selesai," kata Anggota III BPK Achsanul Qosasi saat dikonfirmasi, Jumat (3/1/2020).
Achsanul menegaskan, BPK telah menyelesaikan audit tersebut pada 2019.
Ia juga menyebut, laporan hasil audit kerugian keuangan negara kasus ini telah diserahkan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sudah selesai setahun yang lalu kalau enggak salah. Ya sudah (diserahkan ke KPK)," ungkap Achsanul.
Namun demikian, Achsanul tak ingat rincian hasil laporan tersebut, lantaran pihaknya telah merampungkan laporan itu sejak tahun lalu.
"Oh lupa saya (rincian hasilnya). Itu sudah lama, tahun lalu (sudah selesai)."
"Kita sudah enggak bahas itu lagi. Sudah selesai (laporan), kerugian keuangan negaranya sudah selesai," papar Achsanul.
(*)
Source | : | Kompas.com,Warta Kota |
Penulis | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar