Penelitian Niels C Pedersen dan rekan-rekannya ini dimuat dalam Journal of Feline Medicine and Surgery edisi 13 Februari 2019.
Pedersen dan rekan-rekannya meneliti 31 kucing yang menderita FIP, 26 kucing FIP tipe basah dan enam kucing tipe kering. Usianya berkisar antara usia 3,4–73 bulan dengan rata-rata 13,6 bulan.
Kucing-kucing penderita FIP mendapat terapi GS-441524 dengan dosis 2,0 mg/kg yang disuntik di bawah kulit (subkutan) setiap 24 jam selama setidaknya 12 minggu dan meningkat dosisnya apabila diindikasikan menjadi 4,0 mg/kg subkutan setiap 24 jam.
Hasil penelitiannya menunjukkan, empat kucing dieutanasia atau mati dalam dua sampai lima hari karena penyakit berkembang menjadi parah dan komplikasi lainnya. Kucing kelima dieutanasia setelah 26 hari karena kurangnya respons pengobatan.
Respon klinis dari 26 kucing yang menyelesaikan setidaknya 12 minggu pengobatan sangat dramatis. Demam sembuh dalam 12-36 jam, bersamaan dengan peningkatan nafsu makan, tingkat aktivitas, dan penambahan berat badan setiap hari. Cairan perut menghilang dengan cepat selama satu hingga dua minggu mulai sekitar 10-14 hari pasca-perawatan.
“GS-441524 terbukti menjadi pengobatan yang aman dan efektif untuk FIP. Dosis optimal ditemukan 4,0 mg/kg subkutan setiap 24 jam selama setidaknya 12 minggu,” tulis Pedersen dalam kesimpulan penelitiannya.
Setahun kemudian, obat FIP ini digunakan juga sebagai antivirus SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.
Obat kucing yang juga digunakan untuk Covid-19 adalah ivermectin. Ivermectin sudah lama digunakan sebagai obat antiparasit untuk kucing dan mamalia lainnya seperti anjing, babi, kambing, domba, dan sapi.
Selain pengobatan Covid-19, Leslie A Lyons lebih lanjut menyebutkan, penelitian kanker darah atau leukemia pada kucing tahun 1975 telah membantu menemukan penyebab kanker.
Menggunakan kucing dalam penelitian benar-benar diabaikan peneliti selama ini, karena orang tidak menyadari keuntungannya untuk penelitian genomik.
“Bekerja dengan primata membutuhkan biaya yang mahal, tetapi keterjangkauan kucing dan sifatnya yang jinak menjadikan mereka salah satu hewan yang paling layak untuk diajak bekerja sama untuk memahami genom manusia,” kata Lyons, seperti dikutip Science Daily, 28 Juli 2021.
Oleh karena itu Hari Kucing Internasional yang awalnya diusulkan Dana Internasional untuk Kesejahteraan Hewan tahun 2002 ini menjadi momentum untuk menyejahterakan kucing sekaligus untuk kesejahteraan manusia.
(*)
Source | : | Antara,kompas.id |
Penulis | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar