Gridhot.ID - Publik kini digemparkan dengan kejadian penganiayaan yang terjadi di Gowa, Sulawesi Selatan.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, seorang bocah perempuan berusia 6 tahun mengalami penganiayaan kejam yang dilakukan oleh keluarganya sendiri.
Ia dianiaya kedua orang tuanya kandung, TAU (47) dan HAS (43), dibantu pamannya, US (44), serta kakeknya BAR (70). Mereka diduga hendak menumbalkan AP karena ilmu hitam pesugihan yang tengah mereka pelajari.
Dikutip Gridhot dari Tribun Jabar, aksi penganiayaan terhadap AP pertama kali dilakukan oleh ibunya, HAS.
”Aksi itu dibantu oleh bapaknya, TAU; paman korban, US; dan kakeknya BAR dengan memegang kepala dan badan korban, sehingga mengakibatkan mata sebelah kanan korban mengalami luka ,” kata Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol E Zulpan, Minggu (5/9/2021).
Bayu, yang juga paman korban, mengatakan kejadian nahas yang menimpa AP itu berawal ketika TAU dan HAS hilang kesadaran karena diduga tengah menjalani ritual ilmu hitam.
”Mungkin orangtua anak ini di luar kesadaran non medis. Jadi orangtuanya seperti memiliki ilmu hitam apa begitu,” kata Bayu, Sabtu (4/9/2021).
Belakangan diketahui, ternyata bukan hanya AP yang menjadi korban, tapi juga kakaknya. Kakak AP akhirnya meninggal karena penganiayaan itu, sementara AP harus menjalani perawatan medis di RSUD Syekh Yusuf Gowa.
Bayu mengatakan, orang tua AP sempat mengaku melihat sesuatu di mata anaknya dan berusaha mengambilnya.
"Mereka berempat (terduga pelaku) menganiaya korban," kata Bayu, yang bersama keluarganya yang lain terus menjada AP selama di rumah sakit.
Kemarin, perban yang melekat pada mata kanan AP sudah dilepas. Namun, terlihat betul, gadis kecil itu masih kesakitan.
Bayu mengatakan, keponakanya masih susah untuk tidur karena matanya yang masih sakit. AP rencananya akan menjalani operasi, Senin (6/9) ini untuk memulihkan kondisinya. "Besok dioperasi," ujarnya.
Kapolres Gowa, AKBP Tri Goffaruddin Pulungan mengatakan, pihaknya terus menyelidiki kasus KDRT ini, termasuk dugaan pesugihan dan praktik ilmu hitam yang dilakukan para pelaku sehingga menganiaya korban yang tak lain anak kandung mereka.
Sejauh ini, proses penyelidikan telah memeriksa empat orang saksi. Para saksi merupakan orang yang berada di lokasi kejadian.
Menurut Kapolres, kedua orang tua korban yang menjadi pelaku telah dilakukan observasi di RS Dadi Makassar.
”Dua orang pelaku sementara dilakukan pemeriksaan kejiwaan di Rumah Sakit Dadi, sementara dua orang pelaku lainnya, kakek dan pamannya sudah diamankan di Polres Gowa," jelasnya.
Kapolres mengatakan, polisi juga akan menyelidiki kematian kakak AP yang juga diduga tewas karena ulah kedua orang tuanya.
"Terkait kematian kakak korban, kami tahu karena kejadiannya ini berselang sehari dengan kematian kakak korban. Untuk penyebab diketahui, kami dalami karena kami masih fokus dulu terhadap kasus korban anak usia 6 ini," ujar Kapolres. Selain itu, polisi juga akan berkoordinasi dan melibatkan pihak depertemen agama dan tokoh masyarakat terkait dugaan pesugihan tersebut.
Terapi
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis, mengaku tak mengira ada orang tua yang bertindak kejam kepada anaknya sendiri. "Allah, Allah, Allah, astagfirullah, ini musibah, " kata Cholil Nafis kepada wartawan, Minggu (5/9/2021).
Cholil mengatakan tidak ada ada agama mana pun yang mengajarkan untuk menganiaya apalagi menyakiti anak kandung.
Ia mengatakan kejadian ini menjadi tanggung jawab bersama untuk meluruskan akidah seseorang yang menyimpang.
"Tidak ada agama yang mengajarkan, menganiaya orang lain apalagi anak kandungnya, tidak ada syarat untuk menyakiti orang lain ya, prihatin. Ini tanggung jawab kita untuk meluruskan akidahnya, pikirannya," ujarnya.
MUI, kata Cholil sangat prihatin dengan kejadian ini. Selain mendorong proses hukum bagi pelaku, MUI, kata Cholil, juga meminta agar pelaku diterapi kejiwaan karena diduga melakukan hal itu secara tidak sadar.
"Jadi turut prihatin, tentunya, ini musibah yang harus kita selesaikan barangkali di masyarakat masih kejadian-kejadian seperti ini. Ya, kalau hukumnya pasti harus diproses biar jera, tapi kan dia di luar kesadaran, kalau sadar tidak mungkinlah," kata Cholil.
"Jadi harus diterapi kejiwaannya, diterapi ya psikologinya harus diterapi itu, saya tidak yakin kalau dia sadar melakukan itu, jadi hukuman itu menurut saya untuk memenuhi aturan negara saja, yang paling penting adalah membenahi masyarakat ke depannya," imbuhnya.
(*)
Source | : | Kompas.com,Tribun Jabar |
Penulis | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar