Gridhot.ID - Timor Leste memang kini telah lama merdeka.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, negara yang sebelumnya bersatu dengan Indonesia tersebut telah memerdekakan dirinya sejak tahun 2002 lalu.
Kini Timor Leste sangat bergantung pada satu-satunya sumber penghasilan utama negara mereka yakni tambang minyak dan gas.
Dikutip Gridhot dari Sosok.ID, berlimpahnya ladang minyak dan gas itu juga yang jadi alasan Timor Leste nekat lepas dari Indonesia.
Meski memiliki sumber daya alam yang melimpah di seluruh negeri, nyatanya SDM negara itu masih bahwa rata-rata.
Tak mengherankan jika pemimpin Timor-Leste begitu putus asa untuk membangun pabrik darat.
Tujuannya untuk memproses minyak dan gas yang akan diekstraksi dari ladang gas Greater Sunrise.
Sehingga mereka bisa menjualnya ke China atau negara lain untuk mendapatkan dana.
Akan tetapi, melansir laman Intisari Online, China ternyata menolak gagasan memberikan pinjaman 16 miliar Dollar AS untuk usaha ini.
Dilansir dari thediplomat.com pada Rabu (27/10/2021), penolakan China sungguh di luar dugaan.
Pasalnya Negeri Tirai Bambu itu disangka berencana mendekati Timor Leste guna membangun pangkalan militer di sana.
Ini tak lain karena Timor Leste berbatasan langsung dengan Australia yang bermusuhan dengan China sekarang.
Akan tetapi nyatanya China sudah sadar bahwa urusan ladang minyak dan gas Timor Leste begitu rumit.
Di luar besarnya keinginan beberapa orang di Dili agar minyak dan gas diproses di darat, para pejabat mengungkapkan betapa berisikonya usaha itu.
Sebagai contoh, proyek Tasi Mane yang diusulkan senilai 18 miliar Dollar AS (Rp255 triliun).
Proyek itu tidak hanya akan menjadi dorongan signifikan bagi ekonomi lokal dan menciptakan banyak pekerjaan.
Akan tetapi juga merupakan simbolis bahwa Timor Leste mengambil kembali otonomi atas kekayaan alamnya sendiri.
Namun di sisi lain, mitra asing dan kelompok politisi berpendapat bahwa situs darat tidak masuk akal secara finansial atau logistik.
Bukan hanya sangat mahal untuk negara yang sudah kekurangan uang yang PDBnya hanya mencapai 1,6 miliar Dollar AS tahun lalu, secara logistik juga penuh dengan risiko.
Dari segi SDM pun proyek darat tidak akan menciptakan banyak pekerjaan bagi orang Timor Leste.
Sebab faktanya hanya sedikit warga yang memiliki keterampilan atau pengalaman yang dibutuhkan untuk membangun atau mengoperasikan pipa gas utama dan pabrik pengolahan.
Banyak mitra asing yang menganggap proyek itu adalah kesombongan warga Timor Leste.
Tapi bukannya untung, justru ada kemungkinan malah akan melumpuhkan ekonomi negara selama satu generasi.
Alhasil proyek pemrosesan minyak dan gas Tasi Mane senilai 18 miliar Dollar AS tidak mungkin terwujud.
Penurunan harga minyak dan gas sejak awal pandemi juga tidak membantu.
Malahan Timor Leste harus mau tidak mau melakukan pinjaman internasional untuk mengumpulkan dana untuk proyek tersebut.
Tapi adakah negara yang mau berinvestasi di sana dengan segala kekurangannya?
(*)