GridHot.ID - Kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-angin masih menjadi sorotan.
Melansir tribun-medan.com, terungkap adanya dugaan perbudakan modern, dan tahanan disiksa sampai mati terbongkar setelah tim Komnas HAM berhari-hari melakukan pengusutan dan pencarian fakta di Kabupaten Langkat.
"Polanya kami dapat, medio waktunya kami dapat, infrastruktur untuk melakukan kekerasan kami dapat," kata Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Choirul Anam, Sabtu (29/1/2022).
Ia mengatakan, semua fakta itu didapat dari pengakuan dan testimoni sejumlah orang yang diyakini pernah melihat peristiwa tersebut.
"Informasi soal alat (yang digunakan untuk menyiksa tahanan) kami dapatkan, dan keterangan konteks kenapa terjadi kekerasan itu juga kami dapat," kata Choirul Anam.
Dia menerangkan, bahwa tahanan yang mendekam di kerangkeng manusia milik Cana disiksa menggunakan alat khusus.
Menurut pengakuan para saksi, tahanan yang disiksa itu adalah mereka yang baru masuk kerangkeng manusia selama empat sampai enam pekan pertama.
Alasan penyiksaan karena tahanan melawan. Dari pengakuan para saksi, ada tahanan yang disiksa sampai menemui ajal.
"Kalau ditanya yang meninggal berapa, pasti lebih dari satu," katanya.
Dilansir dari grid.id, terkuaknya penjara milik Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin mendadak menyita perhatian publik.
Pasalnya, 10 tahun berdiri, keberadaan penjara itu baru diketahui oleh pemerintah dan aparat setempat.
Setidaknya ada sekitar 27 pemuda yang tinggal di dalam penjara tersebut.
Awalnya, keberadaan penjara itu diduga terkait dengan perbudakan modern yang dilakukan oleh Terbit.
Namun belakangan diketahui, penjara itu digunakan oleh Terbit untuk melakukan pembinaan terhadap warga yang menjadi pecandu narkoba.
Dikutip Grid.ID dari TribunnewsWiki.com pada Rabu (2/2/2022), Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care mengungkap bahwa ada banyak kejanggalan dalam penjara tersebut.
Ketua Migrant Care Anis Hidayah mengatakan bahwa para tahanan diduga harus bekerja selama 10 jam perhari.
Mereka juga diduga bekerja tanpa menerima gaji.
Selain itu, ia juga mengungkap bahwa para tahanan mendapatkan makanan yang tidak layak dan hanya diberi sebanyak 2 kali sehari.
Namun, baru-baru ini dua wanita yang memasak makanan untuk para tahanan sehari-hari pun akhirnya buka suara.
Dikutip Grid.ID dari Tribun-Medan.com pada Rabu (2/2/2022), Rudiyanti dan Rupunih adalah dua orang yang bertugas untuk memasakkan makanan para tahanan.
Namun, Rudiyanti mendadak mengaku kecewa dan sakit hati lantaran kabar yang beredar para napi hanya makan sebanyak dua kali dalam sehari.
Padahal, menurutnya, ia sudah menyediakan makan sebanyak 3 kali sehari layaknya orang lain di luar penjara.
"Kami sekeluarga kecewa, karena dibilang makannya cuman dua kali. Padahal, kami menyediakan 3 kali makan," ujarnya.
"Bahkan, mereka itu minta makan lagi kepada kami. Kami kasih, kenapa di media dibilang hanya dua kali," lanjutnya.
Mengenai kabar makanan yang dikonsumsi oleh para tahanan tidak layak, Rudiyanti juga sangat kecewa.
Pasalnya, menurutnya, ia selalu menjaga makanan yang akan ia masak.
Bahkan, istri Bupati Langkat pun marah besar jika ia memasak makanan yang tidak bergizi.
"Kami tidak terima, makanan mereka juga yang bergizi," jelasnya.
"Kalau makanan ikan kemasan, Ibu Tiorita langsung marah. Orang itu sakit harus dikasih makanan yang sehat," sambung dia.
Selain itu, makanan yang ia sediakan untuk para tahanan pun juga makanan yang sama yang dikonsumsi oleh keluarga Bupati Langkat setiap harinya.
"Makanan yang kami buat untuk pecandu juga dimakan oleh Pak Terbit dan keluarga," jelas dia.
Setali tiga uang dengan Rudiyanti, Rupinih juga menepis dugaan bahwa makanan yang mereka sediakan tidak layak.
18 tahun bekerja pada Terbit, Rupinih mengatakan bahwa ia selalu memasak makanan yang bergizi.
"Saya sudah 18 tahun dan memasak kepada mereka. Makanan bergizi. Sayur juga yang segar," jelasnya. (*)
Source | : | Grid.ID,Tribun-Medan.com |
Penulis | : | Desy Kurniasari |
Editor | : | Desy Kurniasari |
Komentar