“Jangan mengulang kebocoran izin ekspor di internal Kemendag. Artinya, pengawasan internal menjadi hal yang krusial,” kata dia.
Kedua, kebijakan DMO memerlukan kerjasama antara Kementerian Perdagangan dan Bea Cukai. Sehingga volume ekspor minyak goreng per perusahaan dapat diverifikasi. Bahkan tidak menutup kemungkinan volume minyak goreng dengan HS Code yang sama bisa di lakukan pengecekan dengan data di negara tujuan ekspor akhir.
Ketiga, kebijakan DMO dapat mendorong kenaikan pasokan CPO untuk keperluan bahan baku minyak goreng. Namun, problem selama ini ternyata bukan dari sisi pasokan melainkan masalah distribusi.
Bhima menyayangkan adanya rantai distribusi yang sangat panjang hingga ke tangan konsumen. Menurut dia, panjangnya rantai distribusi akan mempersulit menurunkan harga minyak goreng di hilir atau pasar.
“Masalah distribusi sayangnya tidak berada di bawah kendali Kemendag, melainkan Kemenperin. Masih banyak lembaga/kementerian yang tumpang tindih dalam urusan minyak goreng. Idealnya yang handle distribusi migor domestik itu Bulog, sehingga subsidi maupun pengawasan jauh lebih transparan,” tandasnya.
Seperti diberitakan Kontan.co.id sebelumnya, rencana penghentian program subsidi minyak goreng curah keluar setelah adanya dua kebijakan terbaru dari Kementerian Perdagangan yang mengatur soal kewajiban pasokan dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) yang tercantum dalam Permendag Nomor 30 Tahun 2022 dan Permendag Nomor 33 Tahun 2022.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (24/5) lalu
"Kami tinggal menunggu ditandatangani oleh Menteri Perindustrian untuk perubahan ketiga mengenai determinasi program penyediaan minyak goreng curah. Dan program subsidi akan diberhentikam tanggal 31 Mei ini," ujarnya.
(*)