Saling ketergantungan yang sama ada di antara China, Taiwan dan sebagian besar ekonomi maju dunia.
"Jika terjadi perang, kejatuhan ekonomi akan menjadi bencana,” jelas Hal Brands dan Michael Beckley berargumen dalam buku baru “Zona Bahaya: Konflik yang Akan Datang dengan China.”
Mereka menambahkan, “Depresi global sangat bisa terjadi.”
Taiwan memisahkan diri dari China pada tahun 1949, pada akhir perang saudara China, dan sekarang berdiri sebagai negara demokrasi yang independen.
China, bagaimanapun, menganggap Taiwan sebagai republik pemberontak, dan Presiden Xi Jinping menegaskan bahwa “penyatuan kembali” dengan Taiwan tidak dapat dihindari. Karena Taiwan tidak tertarik, China harus memaksa reunifikasi.
Dampak bagi ekonomi AS
Amerika Serikat memiliki kebijakan yang sengaja tidak jelas terhadap Taiwan, yang dimaksudkan untuk menyiratkan bahwa militer AS akan membantu mempertahankan Taiwan jika China menyerang, tanpa mengatakannya secara terbuka.
Presiden AS Joe Biden mengklarifikasi kebijakan itu pada bulan Mei, ketika dia mengatakan bahwa ya, Amerika Serikat akan membela Taiwan jika China menyerbu.
Meski hal itu akan menjadi peluang terbaik Taiwan untuk bertahan sebagai negara demokrasi yang independen, kondisi tersebut juga bisa menjadi skenario terburuk untuk bencana ekonomi yang akan ditimbulkan oleh perang atas Taiwan.
Organisasi riset Rand memperkirakan bahwa perang yang melibatkan China dan Amerika Serikat akan memotong 5% dari US$ 23 triliun ekonomi AS. Hal itu akan menjadi pukulan terbesar bagi kemakmuran Amerika sejak Depresi Hebat pada 1930-an.
Pada tahun 2009, di tengah Resesi Hebat, produk domestik bruto AS turun 2,6%. Indeks saham S&P 500 mencapai titik terendah pada tahun 2009 yakni 55% di bawah puncak sebelumnya.