Gridhot.ID - Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap Irjen Ferdy Sambo yang digelar pada Kamis (25/8/2022) hingga Jumat (26/8/2022) dini hari diwarnai ketegangan dan air mata.
Hal itu diungkap anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim yang diundang untuk menghadiri sidang etik Ferdy Sambo sebagai pengawas Polri.
Menurut Yusuf, suasana di dalam persidangan yang berlangsung selama 17 jam itu berlangsung tegang dan penuh air mata.
"Ya suasana sidangnya sebagaimana pengadilan. Ya suasananya ada tegangannya, ada tenangnya, ya dinamislah. Dan penuh air mata," sebut Yusuf saat dimintai konfirmasi Kompas.com, Minggu (28/8/2022).
Yusuf membeberkan, yang menangis dalam dalam sidang etik itu bukan Sambo, melainkan saksi-saksi yang dihadirkan.
Ada 15 orang yang dihadirkan dalam sidang, di antaranya Bharada E atau Richard Eliezer, Kombes Budhi Herdi Susianto, hingga Brigjen Hendra Kurniawan.
"Pak Sambo tidak menangis, terlihat ada rasa bersalah tetapi terlihat ada keteguhan apa yang akan dihadapinya. Pak Sambo tidak menangis di sidang. Yang menangis itu saksi yang diperiksa," tutur Yusuf.
Yusuf tidak membocorkan siapa saja saksi yang menangis dalam sidang etik Sambo.
Menurut dia, mereka menangis karena hal yang disampaikan Sambo adalah skenario belaka, di mana skenario tersebut tidak sesuai dengan fakta kematian Brigadir J atau Yosua.
Yusuf menduga, para saksi menangis karena menyesal.
"Barangkali ada perasaan kecewa menyesal. Iyalah pasti menyesal karena sudah masuk sidang etik begitu," ucap Yusuf.
Selain itu, ketegangan muncul ketika pimpinan majelis sidang etik mencecar para saksi yang dihadirkan dalam sidang.
Kata Yusuf, para pimpinan majelis sidang yang terdiri atas jenderal bintang 3 dan jenderal bintang 2 berusaha mencocokkan keterangan para saksi.
"Saat tegangnya itu, saat menyingkronkan keterangan saksi satu dengan yang lain, jadi hakim kan mengejar," kata Yusuf.
Para jenderal yang berusaha mencocokkan keterangan saksi itu adalah Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabaintelkam) Polri Komjen Ahmad Dofiri.
Kemudian, Kadiv Propam Polri Irjen Syahar Diantono, Gubernur PTIK Irjen Yazid Fanani, Analis Kebijakan Utama bidang Sabhara Baharkam Polri Irjen Rudolf Alberth Rodja, dan Wairwasum Irjen Tornagogo Sihombing.
Yusuf mengatakan, para jenderal polisi itu meminta agar saksi memberi keterangan secara jujur agar tidak menimbulkan perbedaan keterangan.
"Supaya tidak ada perbedaan, jangan berbelit-belit, itu ada tegangnya. 'Kamu bicara yang jujur, bicara yang jelas, jangan berbelit.' Nah itu tegang," ucap Yusuf.
Yusuf menambahkan cecaran itu disemprot oleh kelima jenderal yang bertugas sebagai tim sidang etik Ferdy Sambo tersebut.
Menurut Yusuf, ketua dan anggota tim sidang etik sangat teliti mencocokkan keterangan para saksi yang dihadirkan tersrbut.
"Semuanya mencecar dengan sungguh-sungguh. Menggali dengan cermat dan teliti keterangan 15 saksi itu," tutur Yusuf.
"Apa terkait dengan pembuktian atas pasal-pasal yang dipersangkakan terhadap pelanggaran kode etik Ferdy Sambo."
Diketahui, Ferdy Sambo mengakui semua keterangan yang disampaikan 15 saksi dalam sidang KKEP.
Sebanyak 15 saksi dihadirkan untuk memberi keterangan perihal peristiwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir J yang dilakukan oleh Sambo.
"Pelanggar Irjen FS juga sama, tidak menolak apa yang disampaikan oleh kesaksian para saksi," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jumat (26/8/2022).
Dedi menjelaskan, dengan pengakuan Sambo tersebut, seluruh dugaan pelanggaran etik yang dilakukan terbukti benar, di antaranya rekayasa kasus, penghilangan barang bukti seperti kamera CCTV, hingga menghalangi proses penyidikan.
Kemudian, Dedi menyebutkan, 15 orang saksi yang dihadirkan terbagi menjadi tiga klaster.
Klaster pertama adalah saksi-saksi yang terdiri dari tiga orang yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Sambo.
Mereka adalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
"Klaster kedua adalah klaster terkait masalah obstruction of justice, berupa ketidakprofesionalan dalam olah TKP, ada lima orang," tutur Dedi.
Lima saksi yang Dedi maksud terlibat dalam ketidakprofesionalan olah TKP adalah Brigjen Pol Hendra Kurniawan, Brigjen Pol Benny Ali, Kombes Agus Nurpatria, Kombes Susanto, dan Kombes Budhi Herdi Susianto.
Sementara itu, untuk klaster ketiga, mereka berkaitan dengan pengrusakan atau penghilangan alat bukti rekaman kamera CCTV.
Lima saksi ini adalah AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit, AKBP Arif Rahman, AKBP Arif Cahya, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Rifaizal Samual.
Melansir Wartakotalive.com, Dedi mengatakan, saksi-saksi yang memberi keterangan dalam sidang etik Sambo sudah diambil sumpah.
"Saksi-saksi tadi sudah diambil sumpah. Ini artinya memiliki konsekuensi yuridis," ujar Dedi, kepada wartawan pada Jumat (26/8/2022) dini hari.
Ia mengatakan, apabila para saksi dalam memberikan keterangan tidak sesuai dengan fakta hukum dan fakta persidangan, dapat dikenakan ancaman pidana.
"Ketika para saksi memberikan keterangannya tidak sesuai dengan fakta hukum dan fakta persidangan, maka dia memiliki konsekuensi adalah dapat diproses, sesuai proses peradilan dengan ancaman hukuman 7 tahun," kata dia.
"Oleh karenanya, tadi para saksi menyampaikan kepada sidang majelis, apa yang dialami dan apa yang dia lakukan," lanjutnya.
Adapun hasil sidang etik memutuskan bahwa Sambo dipecat atau diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) dari institusi Polri.
Atas putusan ini, Sambo melakukan banding.
(*)
Source | : | Kompas.com,Wartakotalive.com |
Penulis | : | Candra Mega Sari |
Editor | : | Candra Mega Sari |
Komentar