"Sementara atasannya yakni Kombes Anton Setiawandilindungi dan ditutup rapat oleh Bareskrim Polri agar tidak tersentuh hukum.
Padahal, dalam kasus tersebut jelas ada persekongkolan jahat yang tidak hanya melibatkan AKBP Dalizon," kata Ketua IPW,Sugeng Teguh Santosodalam keterangannya, Senin (12/9/2022).
Dugaan itu merajuk lantaran dalam persidangan kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019 sendiri,Kombes Anton Setiawantidak pernah hadir untuk diperiksa.
"Hal ini sangat jelas terlihat karena penanganan perkara tersebut diambil alih oleh Bareskrim Polri.
Dikutip Gridhot.ID dari artikel terbitan WartaKota, 13 September 2022, artinya, dalam melakukan penyidikan, para penyidik dan pimpinan di Bareskrim tahu kalau nama Kombes Anton Setiawan muncul dalam pemeriksaan.
Namun keterlibatannya diabaikan dan tidak dijadikan tersangka," ujar Sugeng.
Padahal, kata Sugeng, kalau ditelusuri secara materiil dengan apa yang diungkap dalam dakwaan Jaksa penuntun umum, aliran dana gratifikasi diduga juga mengalir ke Kombes Anton Setiawan.
Pasalnya, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), uang yang mengalir ke AKBP Dalizon sebesar Rp 10 miliar untuk menutup kasus di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin itu, mengalir ke Kombes Anton Setiawan sebesar Rp 4,750 miliar yang saat itu menjabat Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sumsel.
Dalam dakwaan JPU, dari Rp 10 miliar itu, Rp 4,750 miliar diberikan AKBP Dalizon kepada Kombes Anton Setiawan secara bertahap.
Lalu, Rp 5,250 miliar digunakan AKBP Dalizon untuk tambahan membeli rumah senilai Rp 1,5 miliar.
Selain itu, tukar tambah mobil Rp 300 juta, membeli 1 unit mobil sedan Honda Civic Rp 400 juta, termasuk tabungan dan deposito rekening istri terdakwa senilai Rp 1,4 miliar.