Namun, Romo Magnis menilai, dalam peristiwa penembakan Brigadir J, perbuatan yang dilakukan Bharada E semata-mata hanya menuruti perintah atasannya, Ferdy Sambo.
"Cukup jelas motivasi perbuatan itu bukan suatu motivasi pribadi sama sekali, tetapi pelaksanaan perintah dari yang berhak memberi perintah, di mana seharusnya dia (pemberi perintah) tahu perintah itu tidak (untuk) dilaksanakan," ujar Romo Magnis.
Menurut Romo Magnis, tindakan Bharada E yang menembak Brigadir J hingga tewas lantaran tengah berada dalam posisi tertekan.
Selain itu, ia berpandangan bahwa Bharada E juga dalam posisi kebingungan. Sebab, ia diperintah oleh Ferdy Sambo yang mempunyai kewenangan untuk memberikan perintah.
"Di dalam situasi di bawah pressure-nya dia (Bharada E) juga tidak akan memikirkan sikap Yesus yang dikatakan Yesus tadi,” ujar Romo Magnis.
“Dia hanya 'Aku harus melakukan apa?' Saya (Bharada E diperintah) oleh orang yang di atas kuasa, (Ferdy Sambo) suruh itu (menembak), lalu dia tembak.”
Dalam kasus ini, Richard Eliezer didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Berdasarkan dakwaan jaksa, Richard Eliezer menembak Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo yang kala itu masih menjabat Kadiv Propam Polri.
Peristiwa pembunuhan Yosua disebut terjadi lantaran adanya cerita sepihak dari istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku dilecehkan Yosua di Magelang pada 7 Juli 2022.
Karena informasi itu, Ferdy Sambo kemudian marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Yosua yang melibatkan Richard, Ricky, dan Kuat di rumah dinasnya di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.
Akibat Brigadir J tewas, Ferdy Sambo, Putri, Richard, Ricky dan Kuat didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).