GridHot.ID - Harta kekayaan eks pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Rafael Alun Trisambodo menjadi sorotan lantaran dinilai tak wajar. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) diketahui baru saja menemukan uang milik Rafael Alun Trisambodo senilai Rp37 miliar yang disimpan di safe deposit box.
PPATK menduga uang senilai Rp37 miliar itu bersumber dari hasil suap.
Melansir Kompas.com, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, Rafael Alun sempat bolak-balik ke bank untuk melihat safe deposit box miliknya.
Pada suatu hari, kata Mahfud, Rafael Alun datang ke bank untuk membuka kotak penyimpanan harta tersebut.
Saat itulah, PPATK langsung memblokir safe deposit box milik Rafael Alun.
"Langsung diblokir oleh PPATK. Sudah itu dicari dasar hukumnya. Kalau sudah diblokir, deposit box ini boleh enggak dibongkar oleh PPATK? Kan belum ada UU-nya, tidak boleh sembarangan," ujar Mahfud dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Sabtu (11/3/2023).
Setelah memblokir deposit box milik Alun Trisambodo, PPATK berkonsultasi dengan KPK terkait dasar hukum membuka deposit box tersebut.
Sebab, membuka deposit box perlu memerlukan dasar hukum dan tak boleh sembarang.
Usai berkoordinasi dengan KPK, PPATK kemudian membuka deposit box milik Rafael Alun Trisambodo.
Setelah dibongkar, deposit box ditemukan Rp37 miliar dalam bentuk valuta asing.
"Dalam keadaan begitu, kemungkinan-kemungkinan yang lain belum diblokir, ini diblokir, lalu dikoordinasikan, dicari dasar hukumnya, tanya ke KPK, bisa tidak ini dibongkar? Bongkar. Isinya ketemu itu satu safe deposit box itu sebesar Rp37 miliar dalam bentuk USD," papar dia.
Mahfud MD mengatakan, temuan Rp 37 miliar di deposit box Rafael Alun oleh PPATK tersebut bakal bertambah lagi.
Ia menyebut kemungkinan masih ada deposit box lainnya yang akan diblokir PPATK.
Melansir Tribun Jakarta, meski sering bolak-balik cek safe deposit box yang kini sudah diblokir, Rafael Alun Trisambodo ternyata belum pernah menjenguk anaknya, Mario Dandy Satrio (20).
Mario Dandy diketahui terlibat kasus penganiayaan terhadap anak pengurus GP Ansor, Cristalino David Ozora (17).
Mario Dandy yang berstatus sebagai tersangka itu telah ditahan selama dua pekan lebih di Rutan Polres Metro Jakarta Selatan sejak 22 Februari 2023 hingga 10 Maret 2023.
Setelahnya, Mario Dandy ditahan di Rutan Polda Metro Jaya hingga saat ini.
"Belum (ada keluarga jenguk Mario)," kata pengacara Mario Dandy, Dolfie Rompas, saat dihubungi wartawan, Senin (13/3/2023).
Dolfie tak menjelaskan alasan pihak keluarga belum menjenguk Mario Dandy di Rutan Polda Metro Jaya.
Untuk informasi, Mario Dandy melakukan penganiayaan terhadap David di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Senin (20/2/2023).
Atas perbuatannya itu, Mario awalnya ditetapkan sebagai tersangka dengan dijerat pasal 76c junto Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun subsider Pasal 351 ayat 2 tentang penganiayaan berat dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun.
Namun, belakangan polisi merubah ke pasal yang lebih berat sanksinya untuk Mario yakni Pasal 355 KUHP ayat 1 Subsider Pasal 354 ayat 1 KUHP Subsider Pasal 353 ayat 2 KUHP subsider Pasal 351 ayat 2 dan atau 76c Jo 80 UU PPA dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.
Setelah Mario, polisi kembali menetapkan satu orang tersangka lain yakni Shane Lukas (19).
Dia berperan mengompori Mario untuk melakukan penganiayaan hingga merekam aksi penganiayaan tersebut menggunakan hp Mario.
Ia dikenakan Pasal 76C Jo Pasal 80 UU Nomor 35 Tahu 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Subsider Pasal 351 KUHP.
Selain itu, pacar Mario berinisial AG dirubah statusnya dari saksi menjadi pelaku atau anak yang berkonflik dengan hukum.
Akibatnya AG dijerat dengan pasal berlapis yakni 76c Jo Pasal 80 UU PPA dan atau Pasal 355 ayat 1 Jo Pasal 56 KUHP Subsider Pasal 354 ayat 1 Jo 56 KUHP Subsider 353 ayat 2 Jo Pasal 56 KUHP.
Belakangan, AG resmi ditahan oleh penyidik Polda Metro Jaya ditahan di ruang khusus anak Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) dalam kasus tersebut. (*)