GridHot.ID - Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe, dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.
Lukas Enembe dibawa ke RSPAD pada Minggu (16/7/2023) malam sekitar pukul 20.43 dari Rumah Tahanan (Rutan) KPK.
Dilansir dari tribunjabar.id, gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe, dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, Minggu (16/7/2023).
Dia kemudian mendapatkan perawatan intensif pada Senin (17/7/2023) dini hari.
"Pak lukas dirawat inap di RSPAD, masuk ruangan rawat inap di Paviliun Kartika 2 pada pukul 12.15 malam," ujar kuasa hukum Lukas Enembe, Antonius Eko Nugroho, Senin pagi.
Dia menjelaskan, rawat inap dilakukan setelah menangani Lukas Enembe dari Unit Gawat Darurat (UGD).
"Dengan tangan diinfus, dibawa dari ruangan UGD ke Paviliun Kartika 2," imbuh Antonius.
Kuasa hukum Lukas Enembe lainnya, Petrus Bala Pattyona, mengaku dihubungi oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Minggu siang untuk melihat kondisi kliennya.
Jaksa meminta tim kuasa hukum untuk membujuk Lukas Enembe agar mau dibawa ke RSPAD karena kondisi kesehatannya drop.
"Jadi saya diminta datang untuk membujuk Pak Lukas untuk mau dibawa ke RSPAD. Saya dapat kabar, kemarin itu (Sabtu), Bapak Lukas sudah bersedia dibawa ke rumah sakit karena kondisi kesehatannya yang sudah drop, tapi ditunggu hingga pukul 19.00 WIB, tidak kunjung dibawa," kata Petrus kepada Kompas.com, Minggu malam.
"Baru mau dibawa pada pukul 21.00 WIB, di mana Pak Lukas sudah tidur dan besoknya, KPK baru mau bawa Pak Lukas ke RSPAD, tapi Pak Lukas sudah kadung kesal, jadi tidak mau dibawa ke RSPAD," lanjut dia.
Menurut Petrus, jaksa KPK kesulitan membawa Lukas untuk diperiksa ke rumah sakit.
Jaksa KPK lantas menghubungi tim hukum Lukas Enembe agar dapat membujuk kliennya.
"Kondisinya sudah drop, sudah dua hari tidak masuk makanan, karena mual dan mengeluh pusing, serta ketika dibantu diminumkan air putih, Pak Lukas kesulitan menelan air minum. Seperti kesakitan tenggorokannya dan saya lihat kakinya mulai bengkak lagi," kata Petrus.
Selain itu, Petrus juga menerima informasi bahwa Lukas Enembe juga sudah buang air besar dan kecil di atas tempat tidurnya.
Atas kondisi tersebut, Petrus dan adik Lukas Enembe, Elius Enembe, datang untuk membujuknya berobat ke RSPAD.
Lukas Enembe akhirnya dibawa ke RSPAD pada Minggu malam sekitar pukul 20.43 dari Rumah Tahanan (Rutan) KPK.
Lukas Enembe merupakan terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi yang tengah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK.
Sedianya, Senin ini, KPK mulai menghadirkan saksi dalam perkara yang menjerat Lukas Enembe.
Namun, menjelang sidang ini Lukas Enembe dirawat di RSPAD.
Dalam perkara ini, dia didakwa telah menerima suap dengan total Rp 45,8 miliar dan gratifikasi senilai Rp 1 miliar.
Atas perbuatannya, Lukas Enembe didakwa dengan Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Selain suap dan gratifikasi, Lukas dijerat kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Kasus itu saat ini sedang bergulir di tahap penyidikan. Belakangan, KPK menyebut bakal menjerat Lukas dengan dugaan korupsi penyalahgunaan dana operasional gubernur.
Mengutip tribun-bali.com, KPK mendalami dugaan penyalahgunaan dana operasional Gubernur Papua, Lukas Enembe, sebesar Rp 1 triliun per tahun yang sebagian besar digunakan untuk membeli makanan dan minuman.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, sebelumnya mengungkapkan, sebagian besar dana itu digunakan untuk belanja makan dan minum.
Apabila sepertiga saja dari dana operasional itu, untuk belanja makan dan minum, maka biaya makan dan minum dari dana operasional Lukas Enembe sehari bisa mencapai Rp 900 juta.
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan, pihaknya masih terus mengusut penyelewengan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tersebut.
“Masih didalami, nanti kami informasikan lebih lanjut,” kata Ali saat dihubungi, Selasa (27/6/2023).
Berdasarkan penelusuran KPK, dana operasional Rp 1 triliun per tahun itu menyalahi aturan karena terlalu besar.
Ketentuan mengenai besaran jumlah dana operasional mengacu pada aturan Kementerian Dalam Negeri. Besarannya dihitung dengan persentase tertentu dari nilai APBD.
Selain terlalu besar, KPK juga menemukan bahwa belanja makan dan minum Lukas tidak wajar karena diduga fiktif.
Menurut Alex, KPK telah mengantongi ribuan kuitansi pembelian makan dan minum Lukas Enembe. Namun, ketika diverifikasi ke rumah makan terkait, bukti pembayaran itu dibantah.
“Jadi restorannya tidak mengakui bahwa kuitansi itu diterbitkan oleh rumah makan tersebut,” kata Alex.
Menurut Alex, KPK membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mendalami dugaan belanja makan dan minum fiktif Lukas Enembe. Pihaknya juga menemukan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) dana operasional mencurigakan karena banyak pengeluaran yang tidak disertai bukti.
“Ini (kuitansi belanja makan dan minum) nanti akan didalami lebih lanjut karena jumlahnya banyak, ribuan kuitansi, bukti-bukti pengeluaran yang tidak bisa diverifikasi,” ujar Alex.
Lukas Enembe awalnya ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang bersumber dari APBD. Awalnya, KPK hanya menemukan bukti aliran suap Rp 1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka.
Namun, dalam persidangan Rijatono Lakka yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, terungkap jumlah suap yang diberikan kepada Lukas Enembe mencapai Rp 35,4 miliar lebih.
Belakangan, KPK menyebut Lukas Enembe diduga menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 46,8 miliar dari berbagai pihak swasta.
Dalam proses penyidikan, KPK kemudian menemukan berbagai informasi dan menetapkan Lukas sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Lukas Enembe diduga secara sengaja menyembunyikan kekayaannya yang bersumber dari tindak pidana korupsi.
KPK menduga uang hasil korupsi Lukas Enembe mengalir ke Organisasi Papua Merdeka (OPM) tetapi kesulitan untuk membuktikannya. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, jika terdapat aliran uang korupsi ke OPM, tidak terdapat bukti serah terima. “Kalau dikasih secara tunai sulit juga (pembuktiannya). Ada sih dugaan ke arah sana dalam proses pembuktian kita kesulitan,” ujar Alex.
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan, tim penyidik terus mendalami aliran dana korupsi dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Lukas Enembe.
Menurutnya, KPK sejauh ini telah mengantongi informasi awal terkait aliran dana korupsi ke OPM maupun rumah judi di Singapura. Namun, informasi tersebut masih perlu diklarifikasi lebih lanjut kepada para saksi.
“Sehingga, dapat membentuk fakta hukum yang jelas dan dapat dituangkan dalam surat dakwaan jaksa KPK nantinya,” ujar Ali.(*)