GridHot.ID - Polisi menembakkan gas air mata saat terjadi betrok antara warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, versus tim aparat gabungan pada Kamis (7/9/2023).
Tembakkan gas air mata itu mengakibatkan seorang bayi berusia 8 bulan sempat tak bergerak dan bola matanya putih semua.
Ayah dari bayi tersebut, Herman, mengaku panik saat peristiwa itu terjadi.
Dilansir dari TribunBatam,id, Herman mengatakan, bayinya yang bernama Algifari menghirup gas air mata saat sedang tidur.
Asap gas air mata itu mengarah ke rumah Herman karena terbawa angin yang cukup kuat saat itu
Rumah Herman tak jauh dari Jembatan 4 Barelang, tempat polisi menembakkan gas air mata.
Herman pun seketika berlari keluar rumah sambil meminta pertolongan.
Bentrok antara warga dengan tim terpadu pun seketika fokus ke Herman.
"Saya kaget saat itu. Awalnya melihat anak saya pingsan dan matanya putih semua. Dia terkena gas air mata di rumah," sebut Herman yang ditemui TribunBatam.id di kediamannya.
Tidak hanya Herman, sang istri juga mengikuti langkahnya dari arah belakang.
Wanita yang mengenakan baju kaos merah muda tersebut juga tak bisa menahan kesedihan.
Di pikirannya saat itu cuma satu. Apakah anaknya masih bernyawa atau tidak. Sebab kondisi sang anak ketika itu tidak bergerak.
Jurnalis TribunBatam.id, Aminuddin yang berada di lokasi ketika itu berhasil memotret momen ketika Herman ditolong oleh seseorang menggunakan sepeda motor.
Tujuannya untuk menjauh dari lokasi bentrok agar tidak semakin banyak menghirup gas air mata.
Tidak hanya Algifari, anak Herman lainnya, Fazan, juga merasakan panasnya gas air mata.
Saat itu, bocah 5 tahun tersebut juga berada bersama adiknya di dalam kamar. Beruntung kedua anak Herman bisa selamat.
"Angin mengarah ke jendela rumah. Kebetulan anak saya berada di dalam ayunan. Dia langsung terkena gas air mata," sebutnya.
Saat itu juga, sang istri berteriak. Teriakan itu membuat Herman kaget dan masuk ke dalam rumah.
Melihat anaknya yang sudah lemas, Heman membawa anaknya dan meminta pertolongan.
Saat dia keluar, dia bertemu anggota Brimob dan meminta bantuan.
"Anak saya tolong pak, anak saya pingsan. Saya bilang gitu tadi. Kemudian dia bawa dan diberikan bantuan oksigen dan dikasih air," sebutnya.
Tidak lama, anaknya sadar dan kembali dibawa ke rumah.
"Alhamdulilah. Anak saya masih bisa diselamakan. Kami sudah sangat panik tadi," singkatnya.
Duduk Perkara Bentrokan
Melansir Kompas.com, telah terjadi bentrok antara warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, dengan tim gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, Direktorat Pengamanan Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan Satpol PP di Pulau Rempang, Kamis (7/9/2023).
Bentrokan terjadi karena warga menolak pengembangan kawasan ekonomi Rempang Eco City di lokasi tersebut.
Petugas gabungan mendatangi lokasi pukul 10.00 WIB, sementara ratusan warga memblokir jalan, mulai dari Jembatan 4.
Warga menolak masuknya tim gabungan yang hendak mengukur lahan dan pemasangan patok di Pulau Rempang hari ini.
Pemblokiran itu dilakukan dengan membakar sejumlah ban dan merobohkan pohon di akses jalan masuk menuju kawasan Rempang.
Meski akses jalan mulai dari Jembatan 4 sudah diblokir warga, petugas gabungan tetap memaksa masuk untuk melakukan pemasangan patok.
Sosialisasi
BP Batam mengaku telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat Pulau Rempang, Galang, untuk melakukan pengukuran tanah batas hutan Rempang, Rabu (6/9/2023).
Hal ini, dilaksanakan dalam menindaklanjuti arahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Namun, sosialisasi tersebut tidak diindahkan oleh masyarakat dengan melakukan pemblokiran jalan dan sweeping di Jembatan 4 Barelang.
Sehingga petugas gabungan membubarkan paksa dengan gas air mata kepada sekelompok masyarakat yang melakukan pemblokiran jalan dan sweeping.
Sebelum melepaskan gas air mata, petugas telah meminta masyarakat untuk tidak melakukan pemblokiran jalan, karena tindakan tersebut melanggar hukum.
Namun, imbauan tersebut tidak diindahkan.
Bahkan ada warga yang melakukan perlawanan dengan melempar batu dan botol kaca.
Petugas kemudian melepaskan tembakan gas air mata untuk membubarkan massa.
Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait mengatakan, terpaksa meminta bantuan Tim Terpadu Kota Batam karena adanya pemblokiran jalan dan sweeping yang dilakukan oleh warga di Jembatan 4 dan Dapur 6.
"Sebelum melaksanakan kegiatan pengukuran ini, kita sudah melakukan berbagai tahapan sosialisasi oleh tim kecil yang masuk ke masyarakat maupun dari tim terpadu. Namun, warga tetap melakukan pemblokiran jalan, sehingga terpaksa melibatkan tim terpadu untuk menjalankan proyek strategis nasional ini," kata Ariastuty, Kamis (7/9/2023).
Untuk itu, dia mengimbau kepada masyarakat agar tidak melanggar aturan yang tentunya dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.
"Kami berharap masyarakat tidak terprovokasi dengan isu yang berkembang. Kegiatan ini kami pastikan sudah melalui tahapan sosialisasi sebelumnya kepada warga," ujar Ariastuty.
Alasan warga melawan
Usman, salah satu warga Pulau Rempang mengatakan, kericuhan ini terjadi karena tim gabungan dari BP Batam tetap memaksa untuk melakukan pengukuran dan pemasangan patok di Pulau Rempang.
"Kami warga Pulau Rempang sepakat, tidak boleh ada kegiatan apa pun jika belum ada kepastian dari pemerintah untuk tanah turun temurun kami tidak direlokasi," tegas Usman.
Usman mengaku, pihaknya tidak akan melakukan perlawanan jika pemerintah tidak semena-mena.
"Pemerintah tidak komitmen, makanya kami melakukan perlawanan untuk menjaga kampung yang merupakan tanah kelahiran yang sudah berlangsung ratusan tahun yang lalu," ungkap Usman.
Usman juga kecewa, dari aksi penolakan ini ada beberapa warga yang diamankan ke Polresta Barelang karena dianggap melawan.
"Yang melawan itu pemerintah, karena berlaku semena-mena. Seharusnya pemerinta mengayomi rakyatnya, bukan malam merampas apa yang dimiliki rakyatnya," jelas Usman.
"Kami tidak akan melakukan hal ini jika pemerintah mau sepakat untuk tidak melakukan relokasi seperti yang kami minta," tegas Usman.
(*)